SABANG, Infoaceh.net – Dugaan adanya permainan “busuk” di balik penyaluran dana hibah sebesar Rp6,2 miliar dari Bangun Sejahtera Indonesia (BSI) Maslahat kepada Kelompok yang kemudian bertransformasi menjadi Koperasi Berkah Sabang Indah (BSI) di Gampong Krueng Raya, Kota Sabang, semakin mencuat.
Indikasi adanya “tangan-tangan berkepentingan” dalam proses pengajuan hingga persetujuan dana hibah tersebut kini mulai terkuak ke publik.
Berdasarkan informasi dan data otentik yang dihimpun wartawan, jauh sebelum kelompok itu terbentuk, pihak BSI Maslahat telah lebih dulu meninjau sejumlah titik calon penerima dana hibah.
Dari sekian banyak lokasi, entah dengan pertimbangan apa, Gampong Krueng Raya akhirnya ditetapkan sebagai penerima manfaat dana Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf (Ziswaf) yang dikelola BSI Maslahat.
Proses pembentukan kelompok dilakukan pada Agustus 2024 dengan nama Berkah Sabang Indah, difasilitasi langsung oleh pihak BSI Maslahat.
Hanya berselang satu hari, Pj. Keuchik Krueng Raya segera mengeluarkan surat keputusan pembentukan kelompok dan menetapkan 150 keluarga miskin sebagai penerima manfaat.
Anehnya, belum genap sebulan sejak terbentuk dan bahkan belum memiliki legalitas hukum, kelompok ini langsung menerima transfer dana hibah senilai Rp6,2 miliar.
Pertanyaannya atas dasar apa angka Rp6,2 miliar itu muncul? Tidak ditemukan dokumen studi kelayakan, survei independen, maupun analisis risiko yang seharusnya menjadi prasyarat mutlak dalam program pemberdayaan masyarakat bernilai miliaran.
Semua berlangsung kilat seolah ada kekuatan tak terlihat yang “memuluskan” proses dari atas meja.
Perencanaan Amburadul, Realisasi Mandek
Lebih dari setahun berlalu sejak dana cair ke rekening kelompok, tanda-tanda kegagalan mulai tampak jelas.
Hingga kini, realisasi dana baru menyentuh kurang dari 30 persen. Sisa anggaran mengendap tanpa arah.
Yang sudah dibelanjakan pun tak mencerminkan program pemberdayaan antara lain untuk membeli tanah, kendaraan, menyewa kantor, dan membangun restoran terapung dan lainya.
Tidak ada jejak program produktif yang mampu menggerakkan ekonomi warga miskin seperti yang dijanjikan.
Kondisi ini mempertegas dugaan bahwa perencanaan program sejak awal hanyalah formalitas untuk membuka kran dana besar tanpa visi pemberdayaan yang jelas.
Beberapa pengamat menilai, pola hibah semacam ini mencerminkan cacat administrasi sekaligus lemahnya pengawasan internal di tubuh BSI Maslahat.
Lebih parah lagi, dana umat hasil potongan gaji pegawai Bank Syariah Indonesia (BSI) disalurkan tanpa verifikasi mendalam sebuah bentuk kelalaian sistemik yang menodai semangat filantropi syariah.
Publik kini menuntut transparansi. Siapa yang sebenarnya paling diuntungkan dari skema kilat ini?
Mengapa program yang seharusnya menyejahterakan justru berujung pada tumpukan aset tidak produktif?
Hingga berita ini diturunkan, BSI Maslahat maupun Koperasi Berkah Sabang Indah belum memberikan klarifikasi resmi. Namun, aroma “busuk” di balik hibah miliaran ini tampaknya semakin menyengat dan publik menunggu siapa yang akan bertanggung jawab atas dugaan permainan di balik nama besar lembaga filantropi syariah tersebut.



