BANDA ACEH — Mahkamah Syar’iyah Aceh menyampaikan klarifikasi terkait vonis bebas terdakwa pemerkosa keponakan di Lhoknga, Aceh Besar berinisial DP baru-baru ini.
Klarifikasi disampaikan Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh Dra Hj Rosmawardani SH MH dalam keterangannya, Sabtu (29/5).
“Untuk tidak menimbulkan adanya kesalahan informasi terkait vonis bebas Mahkamah Syar’iyah Aceh, kami menyampaikan klarifikasi,” ujar
Rosmawardani melalui Humas Mahkamah Syar’iyah Aceh.
Humas Mahkamah Syar’iyah Aceh memberikan informasi bahwa vonis bebas tersebut diputus oleh Majelis Hakim Mahkamah Syar’iyah Aceh dengan Nomor Perkara : 7/JN/2021/ MS. Aceh, tanggal 20 Mei 2021.
“Terhadap putusan yang dijatuhkan oleh Mahkamah Syar’iyah Aceh tersebut perlu kami luruskan “bukan pelaku pemerkosa” melainkan yang benar adalah Mahkamah Syar’iyah Aceh memvonis bebas “Terdakwa Pemerkosa”.
Menurutnya, setiap Terdakwa yang diajukan ke Mahkamah Syar’iyah bukan berarti vonis pengadilan harus sesuai dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) 100%, sebab apabila hal ini terjadi maka fungsi hakim tidak diperlukan lagi.
Karena hakim itu bebas menilai terbukti apa tidak suatu peristiwa jinayah tanpa terikat dengan dakwaan JPU. Putusan bebas tersebut bisa juga didasarkan atas penilaian dan keyakinan yang berada pada ijtihad hakim.
Putusan bebas tersebut diambil oleh Majelis Hakim Mahkamah Syar’iyah Aceh secara independen tanpa ada tekanan dari pimpinan Mahkamah Syar’iyah Aceh maupun pihak lain, tapi murni kebebasan Hakim dalam menilai pembuktian dan juga memutus berdasarkan keyakinan majelis hakim itu sendiri.
“Apabila ada satu putusan diantara banyak putusan yang diputus bebas dan dinilai tidak adil, mari kita lakukan eksaminasi secara fair dan berimbang. Dan sungguh tidak adil harus mengeneralisir pada semua putusan Mahkamah Syar’iyah Aceh dianggap tidak adil,” sebutnya.
Ditambahkannya, bahwa anak korban memang perlu mendapat perhatian serius dan akan selalu pro kepada kepentingannya, tetapi keberpihakan kita terhadap anak jangan sampai semua terdakwa pelaku kejahatan kepada anak harus divonis bersalah tanpa menilai alat bukti yang diajukan ke Mahkamah.
Hakim Mahkamah Syar’iyah Aceh telah melaksanakan tugas dengan kompetensi dan kewenangan yang ada serta memiliki kemampuan yang cukup dalam menangani kasus jinayat dengan memiliki latar belakang Pendidikan Sarjana Syariah dan Sarjana Hukum yang menguasai Hukum Jinayat.
“Semoga masyarakat dapat memahami independensi Badan Peradilan dalam melaksanakan tugas pokok yang diamanahkan oleh Negara,” pungkasnya. (IA)