Padahal saat ini tiap bantuan ke gampong perlu ada koordinasi dengan pihak yang ada di gampong, sehingga kebijakan anggaran yang bersumber dari APBA dan APBK tidak tumpang tindih dengan anggaran dana desa.
Akan tetapi hal tersebut tidak terjadi demikian. Sehingga patut diduga bantuan tersebut fiktif dan sangat potensi di mafaatkan oleh pihak yang tidak bertangung jawab, dan juga potensi anggaran tersebut menjadi politisasi untuk kepentingan Pemilu 2024 yang baru saja berlangsung.
Ada 9 nama kelompok penerima bantuan BRA di sejumlah krlecamatan di Kabupaten Aceh Timur
Kelompok Sobat Nelayan di Kecamatan Darul Aman Rp 1,750 miliar, Makmur Beusare di Kecamatan Darul Aman Rp 1,750 miliar, Cabang Utama di Darul Aman Rp 1,750 miliar, Bintang Timur di Kecamatan Nurussalam Rp 2 miliar.
Jasa Rakan Mandum di Kecamatan Nurussalam Rp 1,5 miliar, Doa Ibu di Nurussalam Rp 1,750 miliar, Ka Kumatsu di Nurussalam Rp 1,750 miliar, Gudang Meuh di Nurussalam Rp 1,750 miliar dan kelompok Raja Meujulang di Kecamatan Nurussalam Rp 1,750 miliar.
MaTA mendesak secara tegas kepada Kejaksaan Negeri Aceh Timur yang saat ini sedang melakukan penyelidikan dan juga di back-up oleh Kejati Aceh untuk dapat mengusut kejahatan yang telah terjadi secara tuntas dan utuh.
“Kami tidak berharap kasus ini hanya dikorbankan oknum di level operasional saja, akan tetapi menjadi harapan publik aktor pelaku kejahatan luar biasa ini juga harus tersentuh hukum.
Kasus ini tidak hanya dilihat secara kerugian keuangan semata akan tetapi juga kerugian sosial yang menjadi lebih besar, dimana seharusnya para korban konflik, mantan kombatan dan tapol/napol di tahun 2023 sudah mareka terima dana konpensasi akibat perang, ini malah dikorupsi,” tegas Alfian.
Jadi perhitungan kerugian secara sosial juga menjadi penting bagi penyidik dan hakim tipikor dalam menilai nantinya.
Kemudian penyidik juga perlu menelusuri sejak penganggaran atas program dimaksud sehingga publik juga tahu, program ini memang sejak di penganggaran sudah bermasalah terutama secara adminitrasi.