Penyelidikan dari hulu sampai ke hilir menjadi tuntutan atas kasus tersebut, siapa saja yang terlibat maka dapat ditindak secara tegas dan publik memberi atensi dan dukungan kepada Kejati Aceh dalam penanganan kasus secara utuh.
“Kami mendorong perlu ada segera pembaruan sistem dan manajeman di BRA, selama ini BRA mengurus dana pokir dewan yang ditempatkan pada badan tersebut dan ini menjadi masalah saban tahun.
Seharunya Pemerintah Aceh perlu memikirkan dan melahirkan kebijakan secara penggangaran secara khusus sehingga tidak dikendalikan oleh pemilik pokir dan ini juga berdampak pada kinerja BRA.
Jadi BRA perlu dievaluasi secara menyeluruh, kalau ada oknum bermental korup maka wajib dibersihkan. Perlu orang-orang yang memiliki integritas dan memiliki moral yang mnegelola BRA sehingga kinerja kedepan menjunjung tinggi rasa keadilan bagi korban dan alokasi anggaran khusus menjadi bagian terpenting untuk mempercepat penyelesaian dan hak hak para korban konflik, mantan kombantan dan tapol/napol,” kata Alfian.
“Pengadaan paket pekerjaan ini fiktif dan penuh dengan kebohongan, pekerjaan penyaluran bantuan untuk 9 kelompok masyarakat di Kecamatan Nurussalam dan Darul Aman, Kabupaten Aceh Timur merupakan manipulasi untuk memperoleh pundi-pundi rupiah oleh pihak tertentu dengan memanfaatkan korban konflik.
Manipulasi dan rekayasa ini juga melibatkan aktor di belakang meja dan patut diduga aliran dananya bisa mengalir ke oknum politisi yang dipergunakan untuk kepentingan pemilu legislatif pada Februari lalu, hal ini dikarenakan pengadaan paket pekerjaan ini berasal dari dana pokir DPRA yang kemudian dititipkan pada BRA. (MUS)