SABANG, Infoaceh.net — Aroma pelanggaran hukum tercium kuat di balik proyek pembangunan yang digarap Kelompok/Koperasi Berkah Sabang Indah (BSI) di Gampong Krueng Raya, Kecamatan Suka Karya, Kota Sabang.
Meski belum mengantongi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), aktivitas pembangunan tetap berjalan di kawasan lereng rawan bencana, seolah regulasi negara tak lebih dari formalitas belaka.
Dana Hibah senilai Rp6,2 miliar itu didanai dari hibah Bangun Sejahtera Indonesia (BSI) Maslahat, lembaga pengelola zakat, infak, sedekah dan wakaf (Ziswaf) milik Bank Syariah Indonesia (BSI).
Dana tersebut sejatinya bersumber dari potongan gaji para pegawai BSI, uang umat yang semestinya dikelola dengan prinsip kehati-hatian dan keberkahan.
Namun ironis, demi mengejar target realisasi dana hibah, pihak pelaksana justru diduga mengabaikan aturan fundamental negara tentang tata ruang, lingkungan hidup, dan perizinan bangunan.
Sikap ini memunculkan kesan bahwa kelompok penerima hibah tersebut merasa kebal hukum, menyandarkan keberanian pada embel-embel nama besar lembaga keuangan syariah nasional.
Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja (DPMPTSP) Kota Sabang Faisal Azwar membenarkan bahwa hingga kini, izin PBG untuk pembangunan tersebut belum diterbitkan.
“Belum sampai ke DPMPTSP, mungkin masih di tim PBG Dinas PUPR. Jadi, belum keluar PBG-nya,” ujar Faisal ketika dikonfirmasi Rabu, 29 Oktober 2025.
Ia menegaskan, penerbitan PBG tidak bisa dilakukan sembarangan karena harus melalui mekanisme penilaian teknis oleh tim Dinas PUPR.
“Kalau PBG itu melalui aplikasi SIMBG. Setelah semua persyaratan selesai diverifikasi oleh Dinas PUPR, baru kami di DPMPTSP menerbitkannya,” jelasnya.
Padahal, aturan sudah sangat jelas, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021, setiap pembangunan tanpa PBG adalah pelanggaran serius yang dapat dijatuhi teguran tertulis, penghentian kegiatan, pembekuan hingga pencabutan izin, bahkan perintah pembongkaran bangunan disertai denda administratif.
Lebih parah lagi, pembangunan di kawasan lereng rawan bencana menambah bobot pelanggaran tersebut. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan, siapa pun yang mendirikan bangunan di kawasan yang tidak sesuai peruntukan ruang dan menimbulkan bahaya bagi masyarakat dapat dipidana penjara.
Jika benar terbukti, maka proyek ini bukan hanya soal izin yang belum lengkap, tetapi juga bentuk nyata pelecehan terhadap hukum dan pengkhianatan terhadap amanah dana umat.
Pembangunan tanpa izin di kawasan berisiko tinggi bukan sekadar kesalahan administratif, tapi pelanggaran terhadap prinsip keselamatan publik.
Ini berpotensi menimbulkan bencana dan korban di masa depan.
Pelanggaran semacam ini juga menimbulkan pertanyaan besar: di mana fungsi pengawasan dan tanggung jawab moral lembaga penyalur dana umat yang seharusnya menjadi teladan dalam kepatuhan hukum dan etika publik?
Hingga berita ini diterbitkan, media ini belum berhasil mendapatkan konfirmasi resmi dari tiga pihak terkait: Koperasi Berkah Sabang Indah, BSI Maslahat selaku pengelola dana Ziswaf, serta Bank Syariah Indonesia sebagai sumber dana hibah dari potongan gaji pegawainya.
Namun satu hal pasti, hukum tidak boleh tunduk pada nama besar atau label keagamaan. Setiap pelanggaran terhadap regulasi negara, apalagi yang menyangkut keselamatan publik dan dana umat, adalah kejahatan moral yang tak bisa ditoleransi.



