Hingga September 2023, PT Banda Aceh Periksa 544 Perkara Banding
Sementara itu, dari 99 perkara perdata, 72 di antaranya merupakan perkara jenis Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad), 15 perkara Wanprestasi, 8 perkara Objek Sengketa Tanah, 1 perkara tentang Penyerobotan, serta 3 perkara perdata lainnya.
Selain itu, 36 perkara sisanya merupakan perkara tindak pidana korupsi, yang mana menurut Taqwaddin sebagai Hakim Ad Hoc Tipikor, bahwa jumlah yang terus naik ini menyaingi besaran perkara korupsi terbanyak yang pernah diterima PT Banda Aceh sejak lima tahun terakhir, yaitu pada tahun 2022 dengan jumlah 38 perkara.
Sehubungan data-data tersebut, Taqwaddin menyampaikan, besaran perkara ini masih jumlah sementara dan akan terus bertambah seiring berjalannya sisa tahun 2023, mengingat banyaknya upaya hukum banding yang diterima dari tahun ke tahun yang bisa mencapai 600 perkara.
“Perlu saya jelaskan istilah resmi yang digunakan dalam KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) untuk penyelesaian upaya hukum banding adalah pemeriksaan tingkat banding. Upaya permintaan banding dapat diajukan ke pengadilan tinggi baik oleh terdakwa atau oleh penuntut umum. Permintaan banding tersebut diajukan dalam waktu 7 hari sesudah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir di persidangan. Hal ini sebagaimana ditentukan dalam Pasal 233 KUHAP,” demikian Dr Taqwaddin, Hakim Tinggi Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi yang juga sebagai Hakim Humas Pengadilan Tinggi Banda Aceh. (IA)