Kejagung Pantau Saudagar Minyak Riza Chalid, Belum Tersentuh Penyidikan Kasus Korupsi Pertamina
INFOACEH.NET — Kejaksaan Agung Republik Indonesia masih terus memantau keberadaan pengusaha minyak kawakan Riza Chalid, yang diduga memiliki keterkaitan dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di lingkungan PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018–2023.
Namun hingga kini, pria yang dijuluki “The Gasoline Godfather” itu belum juga diperiksa oleh tim penyidik.
“Sepertinya belum [diperiksa] karena keberadaannya masih sedang terus dimonitor,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, saat ditemui di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (5/6/2025).
Pernyataan Harli itu menanggapi pertanyaan awak media terkait sejauh mana proses hukum yang menyasar Riza Chalid dalam skandal korupsi bernilai jumbo tersebut.
Ia menambahkan bahwa Kejagung bekerja sama dengan sejumlah instansi untuk melacak keberadaan Riza. Bahkan Harli mengajak media turut berkontribusi apabila memiliki informasi terbaru mengenai lokasi sang saudagar minyak.
“Kalau media juga punya informasi, ya, sampaikan juga supaya jelas di mana keberadaannya,” kata Harli.
Keterkaitan Riza Chalid dalam perkara ini mengemuka setelah putranya, Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR), ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Kejagung. MKAR diketahui menjabat sebagai beneficial owner dari PT Navigator Khatulistiwa, salah satu perusahaan yang disebut turut bermain dalam pengaturan bisnis minyak nasional.
Rumah mewah milik Riza Chalid yang terletak di Jalan Jenggala, kawasan elite Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, juga telah beberapa kali digeledah oleh penyidik. Diduga, kediaman tersebut juga berfungsi sebagai kantor operasi bisnis perminyakan keluarga Riza.
Namun, Kejagung belum memberi kepastian apakah Riza akan dipanggil atau naik status hukum dalam waktu dekat.
Riza Chalid bukan nama baru dalam pusaran kontroversi dunia migas. Dalam lanskap ekonomi Indonesia, ia dikenal sebagai tokoh sentral perdagangan minyak yang menguasai jaringan impor minyak melalui anak usaha Pertamina, yaitu Pertamina Energy Trading Limited (Petral).
Petral, yang berbasis di Singapura, sempat disebut sebagai sarang kartel migas yang menjadi biang kerok borosnya devisa negara. Riza menjadi figur sentral di balik aktivitas Petral hingga lembaga itu dibubarkan pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Berkat jejaring bisnisnya yang luas, Riza memiliki sejumlah perusahaan minyak di luar negeri, antara lain Supreme Energy, Paramount Petroleum, Straits Oil, dan Cosmic Petroleum. Seluruhnya berbasis di Singapura—wilayah yang selama ini dikenal sebagai pelabuhan bebas bisnis perminyakan.
Tak hanya di sektor energi, Riza Chalid juga merambah ke lini bisnis lain seperti ritel mode, industri minuman, dan perkebunan sawit. Menurut daftar Globe Asia 2015, kekayaan Riza mencapai 415 juta dolar AS, menjadikannya orang terkaya ke-88 di Indonesia pada saat itu. Pendapatan bisnis minyaknya bahkan disebut-sebut mencapai 30 miliar dolar AS per tahun.
Kasus yang tengah diusut Kejagung ini merupakan salah satu perkara korupsi terbesar dalam sektor energi. Penyidik menduga adanya penyimpangan sistematis dalam pengadaan dan pengelolaan minyak mentah dan produk kilang di tubuh Pertamina dan mitra KKKS selama kurun lima tahun.
Kejagung telah menetapkan lebih dari 10 tersangka dalam kasus ini, termasuk sejumlah pejabat Pertamina dan pemilik perusahaan swasta. Kerugian negara belum diungkap secara resmi, namun diperkirakan menembus triliunan rupiah.
Pertanyaan besar kini mengarah pada sejauh mana peran Riza Chalid sebagai aktor lama dalam dunia perminyakan, apalagi dengan keterlibatan langsung sang anak dalam perusahaan yang jadi tersangka.
Publik juga mempertanyakan: mungkinkah Riza hanya jadi bayang-bayang dari permainan ini, atau justru masih mengendalikan semuanya dari balik layar?
Hingga saat ini, Kejagung belum memastikan apakah Riza Chalid akan dipanggil sebagai saksi ataupun tersangka.
Namun satu hal jelas: Kejagung tengah berpacu dengan waktu, dan publik menanti kejelasan nasib sang ‘raja minyak’ yang pernah berjaya di era Petral, kini kembali terseret dalam pusaran megakorupsi migas nasional.