BANDA ACEH — Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh menuntut hukuman mati sebanyak 68 terdakwa pada tahun 2021.
Dari jumlah itu, 64 orang terdakwa terlibat dalam kasus peredaran narkotika jaringan internasional dan 4 terdakwa terlibat kasus pembunuhan.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh Dr Muhammad Yusuf SH MH, saat memaparkan penanganan kasus dan capaian kinerja yang telah dilakukan selama tahun 2021, pada konferensi pers yang dihadiri wartawan media cetak dan elektronik, Selasa (4/1) di aula Kejati Aceh.
“Ada 68 terdakwa kita tuntut dengan hukuman pidana mati, 64 di antaranya kasus narkoba dan 4 orang lainnya kasus pembunuhan,” kata Kajati Aceh Muhammad Yusuf yang didampingi para Asisten, Kabag TU dan Kasi Penkum Kejati Aceh.
Muhammad Yusuf menyebutkan, jumlah terdakwa yang dituntut dengan hukuman pidana mati pada tahun 2021 mengalami peningkatan seiring maraknya kasus peredaran gelap narkotika di Aceh.
Dalam paparannya ia juga menuturkan, dalam tahun 2021 ini Kejati Aceh telah banyak menyelesaikan kasus hukum.
Baik kasus Tipikor dan kasus Pidana Umum, namun dari kasus kasus tersebut, tercatat ada 68 terdakwa kasus Pidana Umum dengan tuntutan mati, dan dari 68 itu, 64 orang adalah terdakwa Pidana Narkotika.
“Ini sangat luar biasa peredaran gelap narkoba di Aceh. Jumlah barang buktinya juga cukup banyak. Beberapa waktu lalu kita juga telah menerima pelimpahan berkas perkara kasus narkoba dari Polda Aceh dengan barang bukti sabu seberat 1,2 ton. Tentu ini harus menjadi perhatian kita bersama,” ujar Muhammad Yusuf.
“Mereka ini sindikat yang terlibat dalam jaringan peredaran narkoba. Semua warga Aceh, tidak ada WNA,” tambah Kajati.
Namun semuanya untuk saat ini masih dalam proses hukum, kendati sesuai dengan Undang-undang, tuntutan mati yang diajukan tersebut putusannya ada pada Hakim.
Terdakwa yang dituntut pidana mati belum inkracht
Sementara itu, Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi Aceh Djamaluddin menjelaskan, 64 terdakwa kasus narkoba yang dituntut pidana mati tersebut belum inkracht atau berkekuatan hukum tetap.
“Jadi masih dalam tahap pengadilan, 64 terdakwa kasus narkoba yang dituntut hukuman mati. Belum memiliki kekuatan hukum tetap. Itupun terdakwa masih melakukan banding. Nantinya apakah sesuai dengan tuntutan jaksa, tentunya itu tergantung pada hakim, apakah nanti divonis mati, seumur hidup, 20 tahun atawa 15 tahun,” ungkapnya.
Djamaluddin menambahkan, pada tahun sebelumnya (2020) pihaknya juga menangani perkara tindak pidana narkoba dengan menuntut terdakwa pidana mati.
“Pada tahun 2020 itu ada 4 orang yang telah divonis mati oleh hakim, namun pada tahap eksekusi kita belum mendapat petunjuk dari Kejaksaan Agung,” pungkasnya. (IA)