KPK Panggil Hanif Dhakiri dan Ida Fauziyah, Usut Dugaan Pemerasan Rp53 Miliar TKA di Kemnaker
Jakarta, Infoaceh.net – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan memanggil dua mantan Menteri Ketenagakerjaan, yakni Hanif Dhakiri dan Ida Fauziyah, dalam penyidikan kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Pemanggilan ini untuk mengklarifikasi apakah praktik haram tersebut dilakukan dengan sepengetahuan atau seizin para menteri, yang secara struktur bertanggung jawab atas pengawasan internal kementerian.
“Dari Pak Menteri HD sampai IF tentunya pasti akan kami klarifikasi. Karena secara manajerial beliau-beliau adalah pengawasnya,” kata Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sukmo, dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (5/6).
Budi menegaskan bahwa penyidikan saat ini fokus mendalami kemungkinan praktik korupsi ini melibatkan level paling atas di kementerian, termasuk menteri.
“Apakah praktik ini sepengetahuan atau seizin (menteri)? Itu yang akan kami klarifikasi. Penyidik sedang mendalami apakah ada petunjuk ke level paling atas,” ujarnya.
Menurut KPK, dugaan pemerasan tenaga kerja asing di Kemnaker telah terjadi sejak 2012, dengan pola berjenjang yang melibatkan berbagai pihak di internal kementerian.
KPK sebelumnya telah menetapkan delapan tersangka, masing-masing berinisial SH, HYT, WP, DA, GW, PCW, JS, dan AE. Mereka diduga menerima dana pemerasan sebesar Rp53 miliar dari para pemohon izin TKA selama periode 2019–2024.
“Dari praktik pemerasan yang dilakukan periode tersebut, KPK mengidentifikasi bahwa oknum-oknum di Kemnaker menerima uang kurang lebih Rp53 miliar,” kata Budi.
Temuan KPK menunjukkan bahwa dugaan praktik korupsi ini bukan kasus baru, melainkan telah berlangsung lama bahkan sejak era sebelum Hanif Dhakiri menjabat.
“Dari hasil pemeriksaan, praktik ini sudah berlangsung sejak tahun 2012,” ungkap Budi.
KPK menegaskan akan terus mengembangkan kasus ini, termasuk memeriksa aliran dana dan kemungkinan keterlibatan pejabat tingkat tinggi, serta meminta keterangan dari dua menteri yang pernah menjabat di masa dugaan praktik pemerasan terjadi.