BANDA ACEH – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh menetapkan enam tersangka dalam kasus dugaan korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Simeulue tahun anggaran 2019.
Enam orang tersangka itu terdiri atas M (64) yang merupakan mantan Ketua DPRK Simuelue periode 2014-2019.
Kemudian IR (35) sebagai Anggota DPRK Simeulue aktif Simuele 2019-2024 serta PH (46) sebagai Anggota DPRK 2021-2024 dan juga sempat menjabat Wakil Ketua DPRK Simeulue 2019-2021.
Selanjutnya tiga tersangka lainnya,
A (61) sebagai Pengguna Anggaran, MEP (47) sebagai Pejabat Pengelola Keuangan dan R (49) sebagai Bendahara Pengeluaran.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh Bambang Bachtiar SH MH saat konferensi pers di Kejati Aceh, Jum’at (22/7/2022) menjelaskan, penetapan enam orang tersangka kasus perjalanan dinas fiktif tersebut setelah dilakukan serangkaian penyidikan dan ditemukan penyimpangan penggunaan anggaran APBK 2019 pada sekretariat DPRK Simeulue.
Penetapan enam tersangka setelah dilaksanakan ekpose yang dihadiri oleh Kajati Aceh, Aspidus, Koordinator pada Bidang Tindak Pidana Khusus, para Kepala Seksi pada Bidang Tindak Pidana Khusus, Satgas P3TPK pada Bidang Tindak Pidana Khusus, Jaksa Fungsional pada Bidang Tindak Pidana Khusus dan Kasi Pidsus Kejari Simeulue.
Sebelumnya, kasus ini ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Simeulue, namun diambil alih oleh Kejati Aceh.
“Pengusutan kasus ini sempat terhambat karena penyidik harus mendapatkan izin pemeriksaan Gubernur Aceh. Sebab, dua pihak dalam kasus ini menjabat Anggota DPRK Simeulue 2019-2024,” ujar Bambang Bachtiar.
Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Aceh R. Raharjo Yusuf Wibisono SH menambahkan, tersangka ditetapkan setelah pihaknya menyelesaikan serangkaian penyelidikan.
Dalam proses penyelidikan ditemukan bukti bahwa mereka telah melakukan penyimpangan dengan mengadakan perjalanan dinas yang bersifat fiktif.
Para tersangka melakukan kegiatan fiktif dan mark up uang perjalanan dinas seperti tiket pesawat, biaya penginapan hotel serta sertifikat Bimbingan Teknis (Bimtek). Bahkan, ada kegiatan yang tidak dilakukan.