Jika kepemimpinan suatu satuan kerja sudah baik, maka akan lebih mudah untuk memperbaikinya aparatur yang ada di bawahnya. Integritas dan profesionalitas, yang menjadi basis parameter kepercayaan publik, harus dimulai dari unsur pimpinan peradilan.
“Jangan sampai, pimpinan yang menjadi tumpuan harapan kita dalam memperbaiki citra peradilan, justru menjadi sumber masalah yang akan mencoreng marwah peradilan itu sendiri,” tegasnya.
Kesempatan tersebut digunakan juga oleh Ketua MA untuk meminta seluruh Ketua Pengadilan Tingkat Banding -baik yang baru dilantik, maupun yang telah lebih dahulu menduduki jabatan, agar selalu melakukan langkah-langkah taktis dan terencana, termasuk melakukan pembinaan secara rutin, berkala dan hierarkis.
Fungsi voor post juga menuntut pimpinan pengadilan tingkat banding, untuk melakukan evaluasi kinerja, baik yang bersifat teknis maupun non-teknis, termasuk melakukan pengawasan atas jalannya peradilan, monitoring terhadap etika Hakim dan Aparatur Peradilan lainnya, tanpa melakukan intervensi yang dapat menciderai kemandirian Hakim dan badan peradilan.
Ketua MA menutup sambutannya dengan harapan agar para pimpinan pengadilan senantiasa menjaga marwah peradilan dan menjadi teladan yang baik dalam mewujudkan lembaga peradilan yang jujur, adil, dan dipercaya masyarakat.
Nursyam yang kini jadi Ketua Pengadilan Tinggi Banda Aceh, lahir pada 13 Agustus 1963, sudah merintis karirnya sebagai hakim di jajaran Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung sejak tahun 1988 atau 36 tahun silam.
Saat ini, ia dengan jabatan fungsional Hakim Utama dengan pangkat Pembina Utama Golongan IV E.
Hakim senior ini dilahirkan di Karanganyar Deli Serdang. Nursyam. Menamatkan Pendidikan Sarjana Hukum dan Magister Hukum di Universitas Sumatera Utara (USU), Medan.
Ia sudah pernah bertugas sebagai Hakim Tinggi PT Medan, Ketua Pengadilan Negeri Surabaya, dan sebagai Hakim pada beberapa pengadilan negeri sebelum diangkat menjadi Hakim Tinggi.