BANDA ACEH — Polresta Banda Aceh telah mulai menangani kasus dugaan penganiayaan terhadap Sabaruddin (19), seorang mahasiswa Politeknik Kutaraja asal Kabupaten Aceh Tenggara (Agara), yang diduga dilakukan oleh oknum Pegawai Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) wilayah XIII Aceh saat sang mahasiswa tersebut berupaya mempertanyakan kejanggalan pemotongan beasiswa.
Kasus tersebut telah dilaporkan oleh korban ke Polresta Banda Aceh pada 15 Desember 2021 dengan surat lapor Nomor STTLP/564/XII/2021/SPKT/Polresta Banda Aceh/Polda Aceh.
Kasat Reskrim Polresta Banda Aceh AKP Ryan Citra Yudha mengatakan, pihaknya akan melakukan pemanggilan terhadap para saksi terkait kasus dugaan penganiayaan tersebut.
Sejauh ini, baru saksi korban yang sudah dilakukan pemeriksaan awal saat korban melapor
“Kita akan lakukan pemeriksaan sejumlah saksi untuk penyelidikan kasus dugaan penganiayaan ini,” ujar AKP Ryan Citra Yudha, Senin (20/12).
Sesuai rencana, pada Senin (20/12) dimintai keterangan kembali saksi korban secara detail, karena saat melapor itu baru pemeriksaan awal saja.
“Sehingga kita minta keterangan lagi secara detail, dan kita akan lakukan pemeriksaan saksi-saksi dulu termasuk saksi korban, setelah itu semua dilakukan baru kita akan lakukan pemeriksaan terhadap terlapor,” terangnya.
Seperti diketahui, mahasiswa Politeknik Kutaraja Sabaruddin mengaku telah dianiaya di dalam gedung LLDikti XIII Provinsi Aceh.
Kasus dugaan penganiayaan itu terjadi di Komplek Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Syiah Kuala (USK) yang berada di Jalan Soekarno-Hatta, Lampeuneurut Gampong, Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar, Rabu (15/12/2021) sekitar pukul 14.10 WIB.
Kedatangan Sabaruddin ke LLDikti untuk mempertanyakan terkait Beasiswa Kartu Indonesia Pintar (KIP) dari nominal semula Rp 8,4 juta menjadi Rp 7,5 juta.
“Awal mula, saya ingin bertanya tentang mengapa beasiswa KIP diturunkan yang dari nominal Rp 8,4 juta menjadi Rp 7,5 juta,” kata Sabaruddin.
Sabaruddin menyampaikan kedatangannya ke ruangan oknum pejabat itu juga dilakukan, setelah mendapat persetujuan dari pihak kampusnya.
Namun, di sana bukan kejelasan yang didapatkan Sabaruddin melainkan tindakan kasar.
“Saya dicekik, dijambak, dan diseret dari dalam ruangan hingga keluar ruangan. Padahal saya hanya ingin dijelaskan secara detail mengapa ada pemotongan,” tegas Sabaruddin terbata-bata.
Terkait penganiayaan itu, Sabaruddin telah melaporkan tindakan oknum tersebut kepada polisi. Namun Sabbaruddin menyayangkan respon dari kampus yang mengancam akan mengeluarkannya apabila tidak mencabut laporan tersebut.
“Ada hal yang sangat di luar dugaan saya. Ini sangat mengecewakan, atas tindakan saya melaporkan kasus tersebut pihak kampus mengancam saya, apabila tidak mencabut laporan maka saya akan dikeluarkan dari kampus. Ini sangat tidak adil,” ungkap Sabaruddin. (IA)