“Coba bayangkan menghukum orang di penjara terisolasi secara fisik dan mental bahkan keperdataannya juga mati sampai menunggu ajal di sana, jadi tidak ada manfaatnya mereka di sana,” kata Nasir.
Karena itu, dia kembali mendorong DPR dan pemerintah untuk segera memikirkan pembahasan RUU Restorative Justice. Nasir berkeyakinan payung hukum ini akan mengurangi kapasitas terpidana di lapas ataupun rutan.
“Sebab, restorative justice yang dilakukan kepolisian dan kejaksaan mampu mengurangi jumlah perkara dan itu berdampak terhadap pembiayaan,” katanya.
Nasir menekankan, restorative justice harus menjadi payung hukum tersendiri. Terlebih, restorative justice sangat spesial dan diprediksi mampu mengurangi pengeluaran uang negara secara signifikan.
“Jadi bayangkan setiap tahunnya kementerian kemasyarakatan akan berkurang biaya. Saya ingin UU ini dibuat sendiri, bukan dicantolkan di RUU KUHAP,” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Jaksa Agung, ST Burhanuddin, mengaku bersyukur jika restorative justice jadi undang-undang.
“Kemudian soal restorative justice Pak, kita memang lagi kita akan kembangkan lagi soal restorative justice dan saya mengharap kalau memang nanti jadi undang-undang, saya sangat bersyukur,” terangnya.