ACEH UTARA – Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Utara menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi Proyek Pembangunan Monumen Islam Samudera Pasai dengan sumber anggaran APBN di Gampong Beuringen, Kecamatan Samudera, Aceh Utara.
Kasus yang melibatkan sejumlah perusahaan dengan kerugian negara mencapai Rp 20 miliar itu mulai diselidiki sejak Mei 2021 lalu, dan ditingkatkan ke penyidikan sejak Juni 2021.
Penyidik menetapkan lima tersangka masing-masing berinisial F selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Ir N selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Ir P selaku pengawas dan dua rekanan berinisial R dan T.
Hal itu diungkapkan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Aceh Utara, Dr Diah Ayu Hartati SH MHum dalam konferensi pers yang digelar di kantor kejaksaan setempat, Jum’at (5/8).
“Penetapan kelima tersangka dalam kasus pembangunan Monumen Islam Samudra Pasai itu dengan sangat hati-hati,” kata Diah Ayu.
Diah Ayu menyebut pihaknya mengusut kasus itu menindaklanjuti arahan dari Kajati Aceh. “Pada tahun lalu (2020) setelah saya dilantik sebagai Kajari Aceh Utara, diminta untuk mengecek bagaimana bangunan monumen itu,” ujarnya.
“Jika dilihat monumen tersebut memang sangat memprihatinkan kondisinya. Setelah kita melakukan pengecekan ke lapangan banyak temuan kondisi fisik bangunannya pecah dan retak. Selain pecah dan retak, dari hasil pantauan kita memang bangunannya ada yang putus sambungan antarbalok. Kita menduga ada penyimpangan,” ungkap Diah Ayu.
Menurut Diah Ayu, dugaan penyimpangan yang diusut terkait proyek Monumen Islam Samudra Pasai bersumber dari APBN tahun 2012 sampai 2017 dengan total pagu Rp 49 miliar lebih. Awalnya, kata dia, sejak 2012 proyek tersebut di bawah Dinas Perhubungan, Parawisata dan Kebudayaan (Dishubparbud) Aceh Utara, dan pada 2017 di bawah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Aceh Utara.
Diah menerangkan, terhitung tahun 2012 hingga 2017, total anggaran proyek tersebut mencapai Rp 49.162.787.000 dengan pengerjaan yang dilakukan bertahap oleh beberapa perusahaan.
Dirincikan, di awal pelaksanaan tahun 2012 proyek tersebut dikerjakan PT PNM dengan angggaran senilai Rp 9,5 Miliar. Berlanjut tahun 2013 Rp 8,4 Miliar dikerjakan oleh PT LY, tahun 2014 dikerjakan PT TH dengan anggaran Rp 4,7 Miliar, tahun 2015 Rp 11 Miliar dikerjakan PT PNM, tahun 2016 dikerjakan PT TH Rp 9,3 Miliar dan tahun 2017 Rp 5,9 Miliar dikerjakan PT TAP.
“Penyelidikan kasus ini kita mulai pada Mei 2021 dan awal Juni lalu kita tingkatkan statusnya dalam tahap penyidikan. Kami telah memeriksa saksi-saksi, ahli, dan terakhir kami berkoordinasi dengan BPKP terkait perhitungan kerugian negara,” ujar Diah didampingi tim penyidik.
Disebutkan, dari hasil penyidikan dan pemeriksaan ke lapangan, pihaknya telah menemukan dugaan penyimpangan atau perbuatan melawan hukum.
Di antaranya, proyek ini telah merubah spesifikasi konstruksi bangunan dengan cara adendum menjadi K250. Akan tetapi pada saat kami memeriksa ke lapangan dengan tes Hammer justru tidak sampai 250, tidak sampai 500, bahkan di bawah 200 atau lebih tepatnya 140, 120 untuk menopang tower setinggi 71 meter.
Pihaknya perihatin dengan kondisi proyek semegah itu, namun pondasinya sangat lemah dan menurutnya hal ini sangat membahayakan apabila terjadi gempa, bahkan gempa kecil sekali pun.
“Pada saat kami di lapangan, kami melihat sudah retak, bangunannya geser. Begitu juga dengan pekerjaan tanah telah terjadi pergeseran. Pengerjaan tanah yang harusnya 12.800 meter kubik hanya 3000 meter kubik dan ini sangat mengkhawatirkan untuk keselamatan, kemudian lagi adendum tentang perubahan desain,” terangnya.
Kajari juga menyampaikan sejumlah poin penyimpangan dalam kasus tersebut. Menurutnya, kasus tersebut telah memenuhi unsur dugaan korupsi dengan sengaja yang memperkaya diri sendiri dan orang lain.
“Kami sambil terus berkoordinasi dengan BPKP terkait auditing kerugian negara. Tetapi dari ahli konstruksi, penjumlahan volume-volume pekerjaan itu untuk sementara kerugian negara Rp 20 Miliar,” ujar Diah.
Terkait kasus itu, pihaknya juga telah berkoordinasi dengan atasannya Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh dan kini menjadi perhatian serius, sehingga Kajati meminta untuk sementara waktu ditutup akses pengunjung ke monumen Islam Samudera Pasai itu.
“Kita sedang berkoodinasi dengan Pemda untuk sementara waktu menutup akses pengunjung ke Monumen Islam Samudera Pasai itu karena sangat membahayakan bagi pengunjung dengan kondisi yang terjadi saat ini,” pungkas Diah Ayu Hartati. (IA)