Kedua, lanjut kuasa hukum, alasan ketidakhadiran dan permohonan penundaan itu dilakukan secara tertulis melalui surat, ini seharusnya dianggap tidak sah. Karena surat menyurat seperti itu bukan proses hukum di dalam KUHAP.
“Sidang pertama dianggap sudah terjadi dan kepada Termohon diminta hadir di sidang kedua. Termohon harus datang dan menyerahkan sendiri di ruang sidang terhormat permohonan penundaan itu. Apa yang dilakukan oleh KLHK itu penghinaan terhadap Peradilan karena tidak menghargai proses persidangan dengan sistem peradilan cepat. Dimana Pengadilan Negeri diberikan waktu hanya 7 hari untuk memutuskan sah tidaknya penetapan tersangka ini”.
Ketiga, ketidakhadiran Bakai Gakkum KLHK semakin menguatkan keyakinan pihak kuasa hukum Ahmadi bahwa mereka tidak cukup memiliki bukti terhadap unsur pidana sebagaimana mereka sangkakan kepada Ahmadi Cs yaitu pasal 21 ayat (2) UU no 5 tahun 1990.
Hal itu juga disampaikan oleh Kejaksaan Tinggi Aceh saat mengeluarkan P-19 pada tanggal 23 Juni lalu yang pada pokoknya menyebutkan bahwa penyidik Balai Gakkum KLHK harus melengkapi unsur pidana terkait dengan ‘memiliki, menyimpan dan memperniagakan.’ Jaksa menganggap unsur ini belum terpenuhi.
Sementara itu ketua tim kuasa hukum Ahmadi, Nourman Hidayat SH menyoroti keseriusan Balai Gakkum KLHK Sumatera untuk konsisten pada rasa keadilan masyarakat khususnya terhadap tersangka.
Dia menyebutkan bahwa proses sidang praperadilan adalah proses sidang cepat. Hanya 7 hari dan hakim sudah harus memutuskan diterima atau ditolaknya gugatan praperadilan itu.
Dengan cara begitu, tersangka bisa lebih cepat mendapatkan kepastiannya dan tidak ditahan untuk alasan yang mengada-ngada.
“Kami akan minta Ahmadi Cs dikeluarkan dari tahanan demi rasa keadilan,” kata Nourman. (IA)