Banda Aceh –— Masyarakat Transparasi Aceh (MaTA) menilai kebijakan pengalihan status tahanan terdakwa korupsi dari rumah tahanan menjadi tahanan kota, menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum.
Koordinator MaTA Alfian menilai kebijakan hakim Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh tersebut terhadap terdakwa korupsi sudah menjadi pangung dagelan.
“Ini kan bukan pertama dan berulang dengan tren vonis bebas sebelumnya. MaTA mempertanyakan eksitensi, kredibilitas dan moralitas hakim terhadap terdakwa koruptor,” ujar Alfian, Sabtu (12/11).
Alfian mengatakan, dulu tren hakim suka vonis ringan terus pengalihan tahanan kota sampai vonis bebas.
“Jadi fungsi dan semangat Pengadilan Tipikor buat apa? Vonis bebas mereka putuskan misalnya, kemudian Kejaksaan lakukan Kasasi, dan hampir semua kasasi diterima oleh Mahkamah Agung. Jadi bukan berarti putusan vonis bebas hakim PN Tipikor itu sudah tepat,” sebutnya.
MaTA mengingatkan, hakim pada PN Tipikor jangan menjadikan dirinya sebagai “dewa” bagi koruptor.
“Ketika jadi terdakwa dan lahir vonis ringan atau bebas. Jadi pengadilan buat apa? efek jeranya bagaimana? apakah mau diabaikan semua,” terang Alfian.
Kebijakan para hakim kini sudah menjadi tontonan bagi publik bahwa sampai di Pengadilan Tipikor terdakwa mendapat istimewa dan ini sangat berbahaya.
“Bukan lagi mencederai rasa keadilan publik, tapi sudah menjadi mainan peradilan,” bebernya.
Untuk itu, MaTA mendesak Kejaksaan untuk melakukan upaya luar biasa, seperti meminta kepada Komisi Yudisial (KY) untuk mengawasi dan memeriksa terhadap keputusan para hakim Pengadilan Tipikor Banda Aceh dalam melakukan sidang.
“Tidak bisa dibiarkan praktek yang sudah tidak relevan, apalagi alasan- alasan yang dikemukan oleh para hakim dalam pengalihan para terdakwa menjadi tahanan kota sama sekali tidak bisa diterima akal sehat.
Kalau begini alasan dan peristiwa berulang pun terjadi kemudian menjadi dugaan publik, apakah yang publik tonton saat ini pengadilan sesat atau berbayar dan kami menilai wajar sekali publik berkesimpulan demikian,” tegas Alfian, Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh. (IA)