Menjadi Simbol Perlawanan dan Inspirasi Kaum Muda
Ayesha menyadari bahwa menjadi satu-satunya perempuan di lingkungan yang didominasi laki-laki membuat semua mata tertuju padanya. Ia harus bekerja dua kali lebih keras untuk membuktikan dirinya layak.
“Saya harus menunjukkan bahwa saya memahami persenjataan, teknologi jet, dan semua yang diperlukan untuk jadi pilot tempur. Saya tidak ingin dianggap hanya sebagai simbol,” ujarnya.
Namun, ia menegaskan bahwa Angkatan Udara Pakistan adalah institusi yang mengedepankan profesionalisme. “Prestasi adalah ukuran utama. Bukan jenis kelamin,” tegasnya.
Disiplin Tinggi dan Pelatihan yang Berat
Menjadi pilot tempur bukan sekadar prestise, tetapi tanggung jawab besar. Ayesha menjalani pelatihan fisik dan mental yang ketat sejak pagi buta hingga larut malam. Bahkan saat hari libur pun, mereka tetap menjalani latihan fisik dan permainan strategi untuk mempertajam insting dan ketahanan mental.
“Ini bukan pekerjaan kantoran. Ini soal nyawa, strategi, dan kecepatan berpikir dalam situasi tekanan tinggi,” ungkapnya.
Momen yang Tak Terlupakan
Pengalaman paling berkesan bagi Ayesha adalah saat menjalani penerbangan solo pertamanya. Baginya, itu adalah momen puncak yang tak bisa digambarkan dengan kata-kata.
“Rasanya luar biasa ketika menyadari bahwa jet itu benar-benar dalam kendali saya,” tuturnya.
Kini, Ayesha tak hanya dikenal sebagai pilot tempur pertama dari Pakistan, tetapi juga sebagai inspirasi bagi ribuan gadis muda di seluruh negeri.
“Saya menerima banyak telepon dari gadis-gadis yang ingin menjadi seperti saya. Tapi yang membuat saya paling bahagia adalah ketika orang tua mereka juga mendukung. Itu pertanda perubahan besar sedang terjadi,” pungkasnya.