Disebut Terbaik Dunia, Intelijen Israel Gagal Antisipasi Serangan Besar-besaran Hamas
Hamas melancarkan serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya ke Israel pada hari Sabtu (7/10/2023).
Hamas menembakkan ribuan roket dari Jalur Gaza ke Israel, sementara puluhan pejuang menyusup ke perbatasan yang dibentengi dengan ketat di beberapa lokasi melalui udara, darat dan laut.
Serangan ini mengejutkan negara itu dan merupakan “kegagalan bersejarah” bagi badan intelijen Israel, menurut pakar Timur Tengah David Khalfa. Beberapa jam setelah serangan dimulai, para militan Hamas masih terlibat baku tembak di beberapa komunitas Israel di dekat Gaza.
Dinas penyelamatan nasional Israel mengatakan setidaknya 250 orang telah terbunuh dan ratusan lainnya terluka. Ini menjadikannya serangan paling mematikan di negara itu dalam beberapa tahun terakhir.
Peter Beaumont, koresponden the Guardian untuk wilayah Israel-Palestina menganalisis, pembocor dari Unit 8200 Perang Siber pasukan pertahanan Israel mengungkapkan pada 2014, bahwa mereka sudah melakukan pemantauan menyeluruh untuk mengidentifikasi calon informan di wilayah pendudukan Palestina.
Mereka diperintahkan untuk mencari orang-orang yang memiliki masalah keuangan dan kesehatan, dan mereka yang rentan karena pelanggaran seksual. Anggota kelompok militan yang berada di dalam penjara Israel juga secara historis menjadi sasaran upaya intelijen.
Industri teknologi pengawasan Israel, sebagaimana dibuktikan dengan skandal spyware Pegasus, termasuk yang paling maju di dunia. “Meskipun demikian, persiapan serangan Hamas gagal dibaca,” tulisnya.
Eskalasi ini terjadi di tengah-tengah meningkatnya kekerasan antara Israel dan militan Palestina di Tepi Barat. Di mana dibarengi bersama dengan Jalur Gaza, bagian dari wilayah Palestina yang telah lama berusaha untuk mendirikan sebuah negara.
Hal ini juga terjadi pada saat pergolakan politik di Israel belakangan ini, kata Khalfa, yang telah dilanda perpecahan yang mendalam. Perpecahan itu terkait upaya untuk merombak peradilan dalam beberapa bulan terakhir.
David Khalfa, salah satu direktur Observatorium Afrika Utara dan Timur Tengah di lembaga pemikir Prancis, Fondation Jean-Jaurès. Ia mengatakan bahwa Hamas memanfaatkan kerentanan Israel untuk melaksanakan “Operasi Badai Al-Aqsa” yang mematikan.