Infoaceh.net — Militer Israel kembali melancarkan 12 serangan udara besar-besaran di wilayah Lebanon pada Kamis (16/10/2025) malam. Serangan tersebut menewaskan satu warga sipil dan melukai setidaknya tujuh orang lainnya.
Aksi brutal itu terjadi meski Israel dan Lebanon masih berada dalam status gencatan senjata yang seharusnya berlaku sejak November 2024. Pelanggaran ini menjadi bukti terbaru agresi militer Zionis terhadap kedaulatan Lebanon.
Gencatan senjata disepakati setelah konflik lintas batas selama setahun antara Hizbullah dan Israel, yang dimulai pada Oktober 2023. Pertempuran meningkat menjadi serangan besar-besaran pada September 2024, menewaskan lebih dari 4.000 orang dan melukai sekitar 17.000 lainnya.
Sesuai perjanjian, Israel wajib menarik seluruh pasukannya dari Lebanon selatan pada Januari 2025. Namun hingga kini, pasukan Israel masih bertahan di lima pos perbatasan dan terus melakukan operasi militer terbatas di wilayah itu.
Kantor berita pemerintah Lebanon, NNA, melaporkan dua serangan menghantam Kota Bnaafoul di Sidon, dan satu serangan lain mengenai Khirbet Dweir di antara Kota Sarafand dan Baysariyeh. Jet-jet tempur Israel juga mengebom area Roumine-Houmine di Distrik Nabatieh, serta menargetkan Distrik Sidon, Marjayoun, dan Bint Jbeil di Lebanon selatan, serta Baalbek di timur.
Satu drone Israel bahkan dilaporkan menyerang Kota Blida di Distrik Marjayoun ketika warga tengah memanen zaitun. Ledakan dahsyat mengguncang wilayah itu dan memicu kepanikan luas di kalangan penduduk.
Saksi mata menyebut, rudal yang ditembakkan dari jet tempur Israel menciptakan kilatan cahaya besar di langit malam Lebanon, yang terlihat hingga ke kota-kota sekitarnya.
Kementerian Kesehatan Lebanon mengonfirmasi satu korban tewas dan tujuh luka-luka akibat serangan tersebut.
Sementara itu, militer Israel mengklaim serangan itu menyasar “infrastruktur Hizbullah” yang disebut digunakan untuk menyimpan senjata di wilayah Bekaa dan Lebanon selatan.
Namun pemerintah Lebanon menilai klaim tersebut tidak lebih dari pembenaran atas agresi militer yang melanggar hukum internasional dan mencederai kesepakatan gencatan senjata yang masih berlaku.