Pintu Rafah Dibuka, Bantuan Kemanusiaan Mulai Masuki Gaza dari Mesir
Media Barat juga menyindir Mesir bertanggung jawab atas “menghalangi warga negara ketiga” untuk keluar dari Gaza, kata dia.
Jubir kementerian itu menekankan bahwa perlintasan Rafah “terbuka dan Mesir tidak bertanggung jawab dalam menghalangi warga negara ketiga untuk keluar.
Ratusan warga Amerika Serikat terlunta-lunta di Gaza menunggu dibukanya perlintasan Rafah untuk evakuasi, dimana The New York Times memperkirakan jumlah mereka antara 500-600 jiwa.
Perlintasan Rafah adalah satu-satunya terminal antara Jalur Gaza dan Mesir.
Konflik di Gaza, di bawah bombardir dan blokade Israel sejak 7 Oktober, dimulai ketika Hamas memulai Operasi Badai Al-Aqsa, sebuah serangan dari segala penjuru termasuk rentetan tembakan roket dan penyusupan ke Israel melalui darat, laut dan udara.
Serangan ini menurut Hamas sebagai balasan atas penyerbuan Masjid Al-Aqsa dan meningkatnya kekerasan oleh pemukim Israel.
Militer Israel kemudian membalas dengan meluncurkan Operasi Pedang Besi dengan menargetkan Hamas di Jalur Gaza.
Gaza menghadapi krisis kemanusiaan mengerikan, tanpa listrik, sementara makanan, bahan bakar dan persediaan obat-obatan mulai menipis.
Sekjen PBB Antonio Guterres telah menyerukan “gencatan senjata kemanusiaan secepatnya” untuk meringankan “penderitaan manusia yang luar biasa”.
Setidaknya 4.137 warga Palestina termasuk 1.534 anak-anak dan 1.000 wanita terbunuh dalam serangan Israel ke Jalur Gaza, sementara angka tersebut di pihak Israel menyentuh 1.400 jiwa.
Israel dan negara tetangganya, Mesir, telah membatasi pergerakan barang dan orang masuk dan keluar Gaza sejak Hamas menguasai wilayah tersebut pada tahun 2007.
Kedua negara mengatakan blokade mereka diperlukan untuk alasan keamanan.
Gaza dikelilingi oleh penghalang yang mencegah pergerakan masuk dan keluar dari Jalur Gaza.
Ada tiga pos perbatasan yang dikontrol ketat, semuanya ditutup setelah Hamas melancarkan serangan terhadap Israel, yang menewaskan lebih dari 1.400 orang.
Merespons serangan Hamas pada tanggal 7 Oktober lalu, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant memerintahkan “pengepungan total” terhadap Gaza dan menambahkan: “Tidak akan ada listrik, tidak ada makanan, tidak ada bahan bakar, semuanya ditutup.”