APBN Terancam “Loyo” dan Utang “Jumbo”: Indef Ingatkan Bahaya Defisit Fiskal Melar
Jakarta, Infoaceh.net – Alarm bahaya dibunyikan keras oleh Institute for Development of Economics and Finance (Indef) terkait kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Direktur Eksekutif Indef, Esther Sri Astuti, dalam diskusi publik yang provokatif bertajuk “Penerimaan Loyo, Utang Kian Jumbo”, menyerukan kehati-hatian ekstrem dalam pengelolaan keuangan negara. Diskusi ini disiarkan di kanal YouTube Indef pada Rabu, 9 Juli 2025.
“APBN ini kan jantung ekonomi rakyat. Kalau APBN loyo karena penerimaannya kurang, ibarat darah kurang jadi tidak semangat, staminanya kurang kuat. Sehingga perlu adanya pengelolaan defisit fiskal yang sangat harus berhati-hati,” tegas Esther.
Sorotan tajam diarahkan pada pelebaran defisit fiskal dari 2,45 persen menjadi 2,7 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini, menurut Esther, bukan sekadar statistik, melainkan potensi besar yang akan menambah beban utang negara secara signifikan. Sebuah indikasi bahwa keuangan negara berada di ambang tekanan serius.
Tak hanya itu, Esther juga tanpa tedeng aling-aling mengkritisi pola penyerapan anggaran kementerian/lembaga yang kerap dipaksakan demi memenuhi target serapan, bahkan ketika program yang dijalankan sudah mencapai sasaran.
Ia mengusulkan pendekatan berbasis Key Performance Indicators (KPI) agar efisiensi anggaran benar-benar terwujud, bukan sekadar angka di atas kertas.
“Kalau KPI sudah tercapai tapi anggaran tidak terserap semua, itu seharusnya tidak jadi masalah. Tapi sekarang justru jadi momok karena tahun berikutnya anggarannya bisa dipotong,” jelasnya, menggambarkan dilema yang bisa menghambat inovasi dan efisiensi birokrasi.
Esther memperingatkan, jika belanja negara terus ditekan terlalu ketat di tengah penerimaan yang lesu, potensi pertumbuhan ekonomi nasional bisa ikut melambat. Ini menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan pembangunan dan kesejahteraan rakyat.
“Jadi penggunaan alokasi APBN dalam hal ini pengeluaran pemerintah harus hati-hati dan harus bijak, tidak asal, ‘oh kita dapat uang dari utang banyak’, tapi ternyata pengelolaannya tidak bijak,” pungkasnya. Sebuah peringatan keras agar pemerintah tak terjebak dalam euforia utang yang berpotensi menjerat masa depan ekonomi bangsa.