“Yudisial itu mencari pelakunya. Jadi antara korban dan pelaku kita bedakan, yang pelaku ya ke pengadilan sejauh itu bisa dibuktikan tinggal buktinya seberapa banyak bisa kita kumpulkan,” tandasnya.
“Presiden atas nama Kepala Negara sudah menyatakan menyesal bahwa itu sudah terjadi di masa lalu, dan Presiden berjanji untuk berusaha sedapat mungkin agar hal-hal seperti itu tidak terjadi lagi di masa depan,” terang Mahfud.
Selanjutnya, Mahfud menyebut langkah-langkah rekomendasi lainnya yaitu ada 12 jenis tindakan lainnya yang dilakukan oleh Presiden. Untuk itu, Presiden telah membagi tugas kepada jajarannya dan dalam waktu dekat juga akan mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) terkait penugasan tersebut.
“Hal lain yang lebih mengerucut tadi bahwa dalam waktu dekat Presiden akan mengeluarkan Inpres khusus untuk menugaskan kepada 17 lembaga/kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian, plus koordinasi dengan lembaga independen di luar eksekutif untuk menyelesaikan seluruh rekomendasi Tim PPHAM ini,” imbuh Mahfud.
Selain mengeluarkan Inpres untuk membagi tugas kepada 17 kementerian/lembaga non-kementerian, Presiden juga akan membentuk satgas baru yang akan mengevaluasi dan mengendalikan pelaksanaan dari setiap rekomendasi ini.
“Ini semuanya masih dirancang mungkin tidak akan lewat dari akhir Januari ini nanti sudah diumumkan oleh Presiden,” ucapnya.
Ada 12 pelanggaran HAM berat yang diakui Jokowi, yakni peristiwa 1965-1966, penembakan misterius (1982-1985), peristiwa Talangsari, Lampung (1989), peristiwa Rumah Geudong dan Pos Sattis Aceh (1989), peristiwa penghilangan orang secara paksa (1997-1998).
Kemudian, kerusuhan Mei (1998), peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II (1998-1999), peristiwa pembunuhan dukun santet (1998-1999), peristiwa Simpang KKA Aceh (1999), peristiwa Wasior Papua (2001-2002), peristiwa Wamena, Papua (2003) dan peristiwa Jambo Keupok Aceh Selatan (2003).
“Saya dan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial,” kata Presiden Jokowi. (IA)