Oleh karena itu, Ombdusman meminta Mendagri melakukan sejumlah tindakan korektif, yaitu pertama, menindaklanjuti atau menjawab surat pengaduan dan substansi keberatan dari pihak pelapor.
Kedua, memperbaiki proses pengangkatan penjabat kepala daerah dari unsur prajurit TNI aktif. Ombudsman berpendapat yang terjadi pada sebelumnya harus diperbaiki.
Sedangkan penunjukan Pj kepala daerah selanjutnya, Ombudsman meminta agar PJ kepala daerah tidak diisi oleh prajurit aktif. Jika harus dari unsur TNI aktif, ia harus segera dinonaktifkan.
“Poinnya yang terjadi kemarin perlu dilihat, idealnya adalah mereka yang akan mengisi Pj kepala daerah, mereka yang sudah tidak merupakan prajurit aktif, tapi kalaupun harus diambil dari unsur prajurit aktif, pastikan tata caranya, publik harus tahu, dan status yang bersangkutan harus juga harus segera dinonaktifkan,” ujarnya.
Rekomendasi ketiga, Mendagri diminta menyiapkan naskah usulan pembentukan PP (Peraturan Pemerintah) terkait proses pengangkatan, lingkup kewenangan, evaluasi kinerja, hingga pemberhentian penjabat kepala daerah. Robert meminta agar putusan MK dijadikan momentum pemerintah menata regulasi, salah satunya dalam peraturan pemerintah (PP).
“Kenapa PP karena yang kita lihat, muatan materi atau norma dari peraturan pemerintah itu akan sangat lengkap tidak semata soal tata cara, kalau kita lihat Kemendagri memang hanya sebatas tata cara, padahal yang masih banyak lingkup jenis kewenangannya apa, juga evaluasi kinerja dan pemberhentian jika seorang itu akan diberhentikan setahun atau 2 tahun,” katanya.
Lebih lanjut, Kemendagri diminta menindaklanjuti tindakan korektif Ombudsman dalam waktu sebulan.
“Sebagai dokumen yang sifat otoritatif, resmi, maka mungkin perhatian penuh terhadap tiga bentuk maladministratif dan tiga bentuk tindakan korektif yang kami mintakan dalam waktu 30 hari meminta pihak Kemendagri untuk menindaklanjuti tindakan korektif Ombudsman,” pungkasnya. (IA)