JAKARTA, Infoaceh.net —. Polemik pengamanan kantor Kejaksaan oleh personel TNI belum reda, kini kabar mengejutkan muncul dari Gedung Bundar: Jaksa Agung ST Burhanuddin dikabarkan bakal dicopot dari jabatannya.
Isu tersebut bukan sekadar bisik-bisik warung kopi. Beberapa sumber internal Kejaksaan Agung membenarkan bahwa wacana pergantian ST Burhanuddin mulai menguat, bahkan sudah menjadi perbincangan hangat di sejumlah grup WhatsApp para jaksa dan politisi Senayan.
Telegram Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto tertanggal 6 Mei 2025 menjadi awal kontroversi. Lewat surat itu, seluruh jajaran TNI diperintahkan untuk memperkuat pengamanan di Kejati dan Kejari di seluruh Indonesia.
Instruksi itu memantik pertanyaan publik: Mengapa lembaga penegak hukum sipil harus dijaga militer?
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, membenarkan adanya kerja sama tersebut. Ia menyebutnya sebagai bentuk sinergi kelembagaan, khususnya di daerah-daerah yang dianggap rawan.
Namun, banyak pihak menilai pelibatan militer ini berpotensi melanggar prinsip negara hukum. Lembaga sipil, menurut sejumlah pengamat, semestinya tidak dilindungi aparat militer kecuali dalam keadaan darurat atau berdasarkan ketentuan hukum yang jelas.
Ketua DPR RI Puan Maharani ikut bersuara. Ia meminta penjelasan terbuka dari pihak terkait.
“Kenapa TNI berjaga di kantor kejaksaan? Ini perlu kejelasan apakah sesuai SOP atau tidak,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Di tengah derasnya kritik, isu pergantian Jaksa Agung makin santer. Seorang sumber di internal Kejagung menyebutkan, pengganti ST Burhanuddin sudah dipersiapkan.
“Infonya minggu depan diganti,” kata sumber tersebut yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Nama yang disebut-sebut sebagai calon pengganti berasal dari kalangan internal Adhyaksa, seorang jaksa senior yang memiliki rekam jejak di Kejati DKI Jakarta, Banten, dan Sulawesi Selatan.
Belum ada pernyataan resmi dari Istana. Namun getaran politik dari isu ini mulai terasa di lingkungan Komisi III DPR RI. Beberapa anggotanya memilih irit bicara.
“Kami belum bisa berkomentar,” ujar salah satu politisi saat dimintai tanggapan.
Pengamat hukum Mukhsin Nasir menilai, pergantian Jaksa Agung adalah hal wajar dalam sistem presidensial. Namun, ia mengingatkan pentingnya menjaga batas antara sipil dan militer dalam sistem hukum.
“Kalau penegakan hukum militer, ya ada dasarnya. Tapi pelibatan militer untuk kejaksaan sipil itu soal lain,” ujarnya.
Mukhsin menganggap keterlibatan TNI dalam pengamanan ini sebagai sinyal ketegangan antarpenegak hukum, khususnya antara Kejaksaan dan Polri.
Ia juga menyoroti risiko militerisasi lembaga sipil, yang dapat mengaburkan prinsip akuntabilitas hukum di negara demokratis.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari Presiden Joko Widodo maupun pihak Sekretariat Negara.
Namun satu hal pasti, publik kini menanti dua hal penting: siapa yang akan menggantikan ST Burhanuddin, dan ke mana arah penegakan hukum Indonesia ke depan?
Apakah ini awal dari restrukturisasi besar di tubuh aparat hukum?
Atau justru sinyal kembalinya kekuatan non-sipil dalam urusan hukum?
Waktu yang akan menguji jawabannya.