JAKARTA — Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dinilai tidak konsisten terkait penunjukan Penjabat (Pj) Gubernur Aceh dari militer aktif yakni Mayjen TNI Achmad Marzuki, yang merupakan mantan Pangdam Iskandar Muda.
“Penunjukan TNI aktif sebagai Pj Gubernur Aceh memperlihatkan ketidakkonsistenan Mendagri atas pernyataannya. Sebab, pasca-penunjukkan TNI aktif sebagai Pj Bupati Seram Bagian Barat mendapat kritikan luas dari masyarakat, dalam pernyataannya yang juga telah dikutip banyak media, Mendagri menyatakan bahwa anggota TNI dan Polri aktif tidak akan lagi diusulkan sebagai Pj Kepala Daerah,” ujar Peneliti HAM dan Sektor Keamanan SETARA Institute, Ikhsan Yosarie dalam keterangan persnya, Selasa (5/7).
Menurut Ikhsan, kekhawatiran terhadap pengaruh habisnya masa jabatan kepala daerah (Gubernur, Bupati/Wali Kota) pada 2022 dan 2023 terhadap reformasi TNI akhirnya menjadi kenyataan. Pelantikan Penjabat (Pj) Kepala Daerah dari kalangan TNI kembali dilakukan.
Hari ini Selasa (5/7), Menteri Dalam Negeri dijadwalkan melantik Pj Gubernur Aceh untuk menggantikan Gubernur sebelumnya. Sosok yang dilantik sebagai Pj Gubernur Aceh justru merupakan seorang Perwira Tinggi TNI aktif dengan pangkat Mayor Jenderal.
Pelantikan tersebut memperlihatkan bahwa penunjukkan Kepala BIN Daerah (Kabinda) Sulteng yang juga merupakan TNI aktif sebagai Pj Bupati Seram Bagian Barat pada bulan Mei lalu menjadi jalan pembuka untuk penunjukkan Pj Kepala Daerah berikutnya dari kalangan TNI aktif.
Padahal TAP MPR Nomor 6 tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri, pada konsiderans huruf d telah mengingatkan bahwa bahwa peran sosial politik dalam dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menyebabkan terjadinya penyimpangan peran dan fungsi Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berakibat tidak berkembangnya sendi-sendi demokrasi dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Pemerintah seharusnya paham soal ini.
Selain itu, penunjukkan TNI aktif sebagai Pj Kepala Daerah juga menjadi paradoks terhadap komitmen reformasi TNI. Sebab, pasca-Orde Baru militer dikembalikan ke barak agar dapat fokus pada tugas-tugas utamanya sebagai alat negara di bidang pertahanan setelah sebelumnya pada Orde Baru banyak terlibat pada ranah sosial-politik, serta agar menjadi tentara yang profesional, sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI.