Jakarta, Infoaceh.net — Pengamat hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menyatakan mantan Presiden ke-7 Joko Widodo dan Luhut Binsar Panjaitan harus bertanggung jawab atas dugaan mark up proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh).
“Kalau ada unsur korupsi, kenapa tidak berani KPK? Harusnya berani. Masuklah KPK, Jokowi dan Luhut harus diperiksa. Yang ngotot bangun kereta cepat adalah Luhut dan Jokowi,” kata Abdul Fickar Hadjar kepada monitorindonesia.com, Jakarta, Jumat (17/10).
Ia menambahkan, Presiden Prabowo Subianto tidak akan melindungi Jokowi dan Luhut terkait proyek yang disebut merugikan negara Rp4,1 triliun per tahun, meskipun Jokowi sempat bertemu Prabowo pekan lalu.
“Itu kan kerjaan swasta, tidak ada kaitan dengan negara. Secara pribadi, Jokowi dan Luhut yang ikut terlibat dan wajib bertanggung jawab,” ujarnya.
Menurut Abdul Fickar, proyek Kereta Cepat atau Whoosh dikerjakan oleh perusahaan sendiri dan tidak terkait langsung dengan APBN, meski BUMN terlibat.
“Kalau rugi, itu urusan BUMN. APBN tidak ada kaitannya. BUMN kan perusahaan yang mencari untung-rugi, modalnya terpisah,” jelasnya.
Sejak awal, proyek ini dijanjikan berjalan dengan skema business to business (B2B) tanpa APBN. Namun, karena pembengkakan biaya, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 89 Tahun 2023, yang mengizinkan penggunaan APBN sebagai jaminan pinjaman proyek.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan pihaknya membuka kesempatan bagi publik untuk melaporkan dugaan tindak pidana korupsi melalui kanal resmi pengaduan masyarakat KPK.
“Kami mendorong masyarakat yang mengetahui indikasi awal atau memiliki dokumen pendukung terkait dugaan tindak pidana korupsi agar segera melaporkannya melalui saluran pengaduan resmi KPK,” ujar Budi, Kamis (16/10/2025).
Mantan Menkopolkam Mahfud MD menyebut adanya perubahan skema pembiayaan proyek, semula dari Jepang dengan pinjaman US$6,2 miliar berbunga 0,1 persen, kemudian beralih ke Cina US$5,5 miliar berbunga 2 persen, yang akhirnya melonjak menjadi 3,4 persen akibat pembengkakan biaya (cost overrun).