Abolisi Tom Lembong, Dandanan Baru Wajah Hukum Indonesia
Oleh: Sri Radjasa MBA
Presiden Prabowo Subianto resmi memberikan abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan terkait perkara dugaan korupsi importasi gula tahun 2015–2016 di Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Keputusan ini diambil setelah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyetujui pertimbangan Presiden sebagaimana tertuang dalam Surat Presiden Nomor R43/Pres/072025 tanggal 30 Juli 2025.
Dengan pemberian abolisi tersebut, proses hukum terhadap Tom Lembong dihentikan. Ini berarti seluruh pengusutan perkara terhadapnya ditiadakan dan tidak dilanjutkan ke proses pengadilan.
Abolisi dan Kewenangan Konstitusional Presiden
Abolisi merupakan salah satu hak prerogatif Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. Dalam praktiknya, hak ini diberikan dengan memperhatikan pertimbangan DPR RI.
Dalam konteks ini, persetujuan DPR terhadap pemberian abolisi menunjukkan bahwa keputusan Presiden dilakukan sesuai mekanisme konstitusional yang berlaku.
Tindakan Presiden Prabowo patut diapresiasi sebagai upaya untuk menempatkan hukum kembali pada relnya (on the track).
Abolisi terhadap Tom Lembong tidak hanya merupakan langkah hukum, tetapi juga pesan politik yang kuat bahwa penegakan hukum tidak boleh menjadi alat kekuasaan untuk menghukum lawan-lawan politik.
Politik dan Hukum: Menolak Intervensi Kekuasaan
Kasus yang menimpa Tom Lembong selama ini dianggap sebagian kalangan sebagai bentuk kriminalisasi bermuatan politik.
Namun dengan abolisi ini, publik dapat menyaksikan sebuah preseden baru dalam praktik hukum nasional — bahwa hukum tetap berdiri tegak di atas prinsip keadilan, bukan kepentingan kekuasaan.
Presiden Prabowo dinilai telah mengirimkan pesan tegas bahwa hukum tidak boleh digunakan sebagai senjata politik, melainkan sebagai sarana menjaga keadilan dan stabilitas negara.
Dalam suasana politik yang cenderung polarisatif, kebijakan ini juga menjadi langkah penting untuk meredam konflik horizontal yang muncul akibat pemaksaan hukum secara sepihak.