Aceh Selatan, Surga Izin Tambang di Tengah Defisit Anggaran Daerah
Sering kali, kepala daerah bersembunyi di balik kewenangan Pemerintah Provinsi yang diatur dalam Qanun Aceh No. 15 Tahun 2017. Padahal qanun itu juga menggariskan bahwa pemberian izin tambang harus melalui rekomendasi kabupaten/kota.
Artinya, seorang bupati atau penjabat bupati memiliki tanggung jawab langsung, bukan hanya administratif, tetapi juga moral dan politik.
Penerbitan izin-izin ini jelas tidak mungkin terjadi tanpa peran aktif pemerintah daerah. Maka, pembelaan semacam “kami hanya mengikuti prosedur” terdengar lemah dan tidak bertanggung jawab.
Tambang Bukan Musuh, Tapi…
Kita tentu tidak anti-investasi. Namun, investasi yang baik harus membawa manfaat bagi rakyat, tidak merusak lingkungan, dan dijalankan secara transparan serta akuntabel. Investasi bukan soal masuknya modal semata, tapi tentang siapa yang diuntungkan dan siapa yang dikorbankan.
Sudah saatnya kita bertanya lebih serius:
Apakah masyarakat lokal terlibat dalam proses perizinan ini?
Apa kompensasi yang mereka terima?
Bagaimana mekanisme pengawasan dan transparansi pasca-izin?
Tanpa jawaban yang memadai, maka laju eksplorasi ini hanya akan menjadi eksploitasi yang dibungkus legalitas.
Penutup: Panggilan untuk Kesadaran
Aceh Selatan hari ini seperti sedang menukar masa depannya dengan janji sesaat. Izin-izin tambang yang dikeluarkan tanpa dasar analisis yang matang adalah bentuk kegagalan kepemimpinan, yang akan diwariskan kepada generasi mendatang.
Sudah waktunya kita membalik logika pembangunan. Jangan lagi menggadaikan tanah dan hutan demi mimpi-mimpi palsu pertumbuhan ekonomi.
Aceh Selatan butuh kepemimpinan yang tidak hanya taat prosedur, tapi juga punya visi dan keberanian untuk berkata “tidak” pada investasi yang tak berpihak pada rakyat.