Apakah Talak Orang Pikun Dianggap Sah?
Ia tidak disebut gila (junūn) karena kegilaan itu timbul dari penyakit sawda’, dan itu bisa diobati, sedangkan pikun (khiraf) berbeda dengan itu. Oleh karena itu, dalam hadits tidak dikatakan ‘hingga ia berakal’ karena umumnya orang pikun tidak akan sembuh hingga wafat. Namun, jika pada waktu tertentu akalnya kembali, maka kewajiban taklif tetap berlaku padanya. Maka, tidak disebutkannya batas akhir dalam hadits tersebut tidaklah mengapa, sebagaimana dalam sebagian riwayat tentang orang gila juga tidak disebutkan batas akhirnya.” (Taqiyuddin As Subki, Ibrazul Hukmi min Haditsi Rufi’al Qalam, [Beirut, Darul Basyair al-Islamiyah, cetakan pertama: 1992] halaman 98).
Kemudian talak itu dinilai sah dan jatuh talaknya jika memenuhi syarat-syaratnya, dan di antara syaratnya adalah dilakukan oleh seorang suami yang berakal atas kemauannya sendiri tanpa paksaan:
يصح الطلاق من كل زوج بالغ عاقل مختار
Artinya: “Talak sah dari setiap suami yang telah baligh, berakal, dan atas kemauan sendiri tanpa ada paksaan.” (Abu Zakariya Muhyiddin Yahya Bin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarah Muhadzab [Madinah, al-Maktabah as-Salafiyah :tt] juz XVII halaman 56).
Walhasil, dari paparan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa talaknya orang yang sudah pikun tidak sah dan talaknya tidak jatuh sebab orang yang sudah pikun tidak lagi terbebani hukum (taklif) karena akalnya mengalami gangguan atau bahkan hilang yang berakibat pada ketidakmampuannya untuk membedakan (tamyiz). Wallahu a’lam.