Oleh: Arief Kurniawansyah R*
Jika kita bertanya kepada orang-orang di sekeliling kita dari berbagai agama, bangsa, profesi dan status sosial tentang cita-cita mereka hidup di dunia ini tentu jawaban mereka sama “kami ingin bahagia”.
Bahagia adalah keinginan dan cita-cita semua orang baik mukmin maupun kafir sekalipun.
Meskipun semua orang ingin bahagia, mayoritas manusia tidak mengetahui kebahagian yang sebenarnya dan tidak mengetahui bagaimana cara untuk meraihnya.
Kebahagiaan adalah suatu hal yang abstrak, tidak bisa dilihat dengan mata, tidak bisa diukur dengan angka-angka tertentu dan tidak bisa dibeli dengan rupiah maupun dolar.
Apabila kekayaan bisa membuat orang bahagia, tentunya Adolf Merckle, orang terkaya dari Jerman, tidak skan menabrakkan badannya ke kereta api.
Apabila ketenaran bisa membuat orang bahagia, tentunya Michael Jackson, penyanyi terkenal di USA, tidak akan meminum obat tidur hingga overdosis.
Apabila kekuasaan bisa membuat orang bahagia, tentunya G. Vargas, Presiden Brazil, tidak akan menembak jantungnya.
Apabila kecantikan bisa membuat orang bahagia, tentunya Marilyn Monroe, artis cantik dari USA, tidak akan meminum alkohol dan obat depresi hingga overdosis.
Apabila kesehatan bisa membuat orang bahagia, tentunya Thierry Costa, dokter terkenal dari Perancis, tidak akan bunuh diri, akibat sebuah acara di televisi.
Ternyata, bahagia atau tidaknya hidup seseorang itu bukan ditentukan oleh seberapa kayanya, tenarnya, cantiknya, kuasanya, sehatnya stau sesukses apapun hidupnya.
Tetapi yang bisa membuat seseorang itu bahagia adalah sikap hati orang itu sendiri. Mau-kah ia mensyukuri semua yang sudah dimilikinya dalam segala hal.
Kalau kebahagiaan bisa dibeli
pasti orang-orang kaya akan membeli kebahagiaan itu dan kita akan sulitendapatkan kebahagiaan karena sudah diborong oleh mereka.
Kalau kebahagiaan itu ada di suatu tempat pasti belahan lain di bumi ini akan kosong. Karena semua orang akan ke sana semua berkumpul dimana kebahagiaan itu berada.
Untungnya, kebahagiaan itu berada di dalam hati setiap manusia.
Jadi kita tidak perlu membeli atau pergi mencari ke sana kemari hingga bersusah payah untuk mendapatkan kebahagiaan itu.
Sebab yang kita perlukan adalah hati yang bersih dan ikhlas serta pikiran yang jernih, maka kita bisa merasakan bahagia kapan pun, dimana pun dan dengan kondisi apapun.
Dan ternyata kebahagiaan itu hanya akan dimiliki oleh orang-orang yang pandai bersyukur akan nikmat dan karunia yang Allah anugerahkan untuknya.
Allah berfirman:
قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
“Katakanlah: Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu dari apa yang mereka kumpulkan.” (Q.S. Yunus: 58)
Jika mayoritas manusia kebingungan mengenai jalan yang harus ditempuh menuju bahagia, maka hal ini tidak pernah dialami oleh seorang mukmin. Bagi seorang mukmin jalan kebahagiaan sudah terpampang jelas di hadapannya. Karena Allah sudah memberikan jalan tersebut melalui firman-Nya:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَاكَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (Q.S. An-Nahl: 97)
Kebahagiaan seorang mukmin semakin bertambah ketika dia semakin dekat dengan Tuhannya, semakin ikhlas dan mengikuti petunjuk-Nya dan sebaliknya semakin berkurang jika ia jauh dari Rabb-nya.
Mukmin sejati itu selalu merasakan ketenangan hati dan kenyamanan jiwa. Karena dia menyadari bahwa dia memiliki Allah yang mengatur segala sesuatu dengan kehendak-Nya.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Sungguh menakjubkan keadaan orang-orang yang beriman. Sesungguhnya seluruh keadaan orang yang beriman hanya akan mendatangkan kebaikan untuk dirinya. Demikian itu tidak pernah terjadi kecuali untuk orang-orang yang beriman. Jika dia mendapatkan kesenangan maka dia akan bersyukur dan hal tersebut merupakan kebaikan untuknya. Namun jika dia merasakan kesusahan maka dia akan bersabar dan hal tersebut merupakan kebaikan untuk dirinya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
Inilah yang merupakan puncak dari kebahagiaan. Kebahagiaan adalah sesuatu yang dirasakan oleh seorang manusia dalam dirinya. Hati yang tenang, dada yang lapang dan jiwa yang tidak dirundung malang, itulah kebahagiaan. Bahagia itu muncul dari dalam diri seseorang dan tidak bisa didatangkan dari luar.
Imam Ibnu Al Qoyyim mengatakan bahwa tanda kebahagiaan itu ada tiga hal.
- Syukur ketika mendapatkan nikmat.
Syukur ini dibangun di atas lima prinsip pokok. Pertama, ketundukan orang yang bersyukur terhadap yang memberi nikmat. Kedua, rasa cinta terhadap yang memberi nikmat. Ketiga, mengakui adanya nikmat yang diberikan. Keempat, memuji Dzat yang memberikan nikmat. Kelima, tidak menggunakan nikmat tersebut dalam hal-hal yang tidak disukai oleh Dzat yang memberi nikmat.
Siapa saja yang menjalankan lima prinsip di atas akan merasakan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Sebaliknya, jika lima prinsip di atas tidak dilaksanakan dengan sempurna maka akan menyebabkan kesengsaraan selamanya.
- Sabar ketika mendapat cobaan.
Dalam hidup ini di samping ada nikmat yang harus disyukuri, juga ada berbagai ujian dari Allah dan kita wajib bersabar ketika menghadapinya. Ada tiga rukun sabar yang harus dipenuhi supaya kita bisa disebut orang yang benar-benar bersabar.
Pertama, menahan hati untuk tidak merasa marah terhadap ketentuan Allah. Kedua, menahan lisan untuk tidak mengadu kepada makhluk. Ketiga, menahan anggota tubuh untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan ketika terjadi musibah, seperti menampar pipi, merobek baju dan sebagainya.
Inilah tiga rukun kesabaran, jika kita mampu melaksanakannya dengan benar maka cobaan akan berubah menjadi sebuah kenikmatan.
- Bertaubat ketika melakukan kesalahan.
Jika Allah menghendaki seorang hamba untuk mendapatkan kebahagiaan dan keberuntungan di dunia dan akhirat, maka Allah akan memberikan taufik kepada dirinya untuk bertaubat, merendahkan diri di hadapan-Nya dan mendekatkan diri kepada Allah dengan berbagai kebaikan yang mampu untuk dilaksanakan.
Karenanya, ada seorang ulama salaf mengatakan: “Ada seorang yang berbuat maksiat tetapi malah menjadi sebab orang tersebut masuk surga. Ada juga orang yang berbuat kebaikan namun menjadi sebab masuk neraka.”
Lebih lanjut beliau menjelaskan: “Ada seorang yang berbuat dosa, lalu dosa tersebut selalu terbayang dalam benaknya. Dia selalu menangis, menyesal dan malu kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Hatinya selalu sedih karena memikirkan dosa-dosa tersebut. Dosa seperti inilah yang menyebabkan seseorang mendapatkan kebahagiaan dan keberuntungan. Dosa seperti itu lebih bermanfaat dari berbagai bentuk ketaatan, karena dosa tersebut menimbulkan berbagai hal yang menjadi sebab kebahagiaan dan keberuntungan seorang hamba.
Sebaliknya ada juga yang berbuat kebaikan, akan tetapi kebaikan ini selalu dia sebut-sebut di hadapan Allah bahkan manusia. Orang tersebut akhirnya menjadi sombong dan mengagumi dirinya sendiri disebabkan kebaikan yang dia lakukan. Orang tersebut selalu mengatakan ’Saya sudah berbuat demikian dan demikian’. Ternyata kebaikan yang dia kerjakan menyebabkan timbulnya ‘ujub, sombong, membanggakan diri dan merendahkan orang lain. Hal-hal ini merupakan sebab kesengsaraan seorang hamba.
Jika Allah masih menginginkan kebaikan orang tersebut, maka Allah akan memberikan cobaan kepada orang tersebut untuk menghilangkan kesombongan yang ada pada dirinya.
Sebaliknya, jika Allah tidak menghendaki kebaikan pada orang tersebut, maka Allah biarkan orang tersebut terus menerus pada kesombongan dan ‘ujub. Jika ini terjadi, maka kehancuran sudah berada di hadapan mata.”
Al Hasan al-Bashri mengatakan, “Carilah kenikmatan dan kebahagiaan dalam tiga hal, dalam shalat, berzikir dan membaca Al-Quran, jika kalian dapatkan maka itulah yang diinginkan, jika tidak kalian dapatkan dalam tiga hal itu maka sadarilah bahwa pintu kebahagiaan sudah mulai tertutup bagimu.”
Malik bin Dinar mengatakan, “Tidak ada kelezatan selezat mengingat Allah.” Wallahu’alam.
*Penulis, Konselor dan Praktisi Ruqyah Terapi Al-Qur’an
Email : dakwahsemampumu@gmail.com
Instagram: dakwahsemampumu
WA/Telepon: 081269242449