Infoaceh.net

Portal Berita dan Informasi Aceh

Empat Pulau Lepas, Harga Diri Aceh Hilang

Tidak hanya itu, dalam surat kesepahaman batas wilayah antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara tahun 1992, yang disaksikan oleh Menteri Dalam Negeri saat itu, juga ditegaskan bahwa keempat pulau ini masuk dalam yurisdiksi Aceh.
Teuku Abdul Hafil Fuddin

Keempat pulau ini memiliki posisi strategis dalam pengembangan wilayah Barat Selatan Aceh, terutama di sektor ekonomi maritim, konservasi laut dan potensi energi migas lepas pantai.

Kehilangan keempat pulau ini bukan hanya kehilangan aset geografis, melainkan kehilangan peluang besar untuk membangun wilayah dengan pendekatan berbasis laut (marine-based development), sebagaimana semangat pembangunan poros maritim nasional.

Seruan Kepada Pemerintah Pusat dan Daerah

Kami mendesak Pemerintah Aceh untuk:

  1. Mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi atas dasar maladministrasi keputusan wilayah
  2. Menggunakan Peta TNI AD 1978 dan dokumen kepemilikan aset daerah sebagai alat bukti
  3. Melakukan mobilisasi opini publik nasional dan internasional untuk mencegah preseden buruk pengikisan wilayah tanpa dasar hukum yang kuat
  4. Kami juga memohon kepada Presiden RI Prabowo Subianto untuk turun tangan meninjau kembali keputusan ini secara adil dan transparan.Menjaga Martabat dan Masa Depan Aceh

Pengikisan wilayah Aceh bukan hanya soal garis di atas peta—ini soal identitas, hak historis, dan martabat rakyat Aceh. Kami tidak ingin generasi mendatang mewarisi kehilangan ini karena kelalaian kita hari ini.

Aceh telah memberi segalanya untuk Republik ini. Kini, saatnya negara hadir untuk menjaga keutuhan dan kedaulatannya.

Preseden Internasional: Sipadan dan Ligitan

Dalam hukum internasional, salah satu contoh yang relevan adalah sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan antara Indonesia dan Malaysia yang diputuskan oleh Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) pada tahun 2002.

Dalam kasus ini, ICJ memberikan kedaulatan atas kedua pulau tersebut kepada Malaysia berdasarkan asas “efektivitas” (effectivités), yaitu bukti adanya tindakan nyata dan berkelanjutan oleh suatu negara atas wilayah yang disengketakan.

Malaysia memenangkan sengketa ini bukan karena faktor sejarah atau kedekatan geografis semata, melainkan karena mampu membuktikan bahwa negara tersebut telah melakukan pengelolaan secara nyata dan terus menerus terhadap wilayah tersebut, termasuk pembangunan infrastruktur, pengelolaan lingkungan, dan penyediaan layanan kepada masyarakat.

author avatar
Redaksi
Redaksi INFOACEH.net

Lainnya

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Tutup