Kalau rakyat punya pekerjaan dan penghasilan, mereka tak perlu lagi berdiri menanti daging tahunan. Mereka bisa membiayai hidup dan kehidupan dengan kepala tegak.
Memberi daging sekali setahun tak akan menyelesaikan apapun jika akses terhadap pendidikan, pekerjaan, dan usaha produktif tetap tertutup.
Dalam konteks ini, bantuan daging justru berisiko menjadi candu, yang melemahkan daya juang dan menciptakan ketergantungan sistemik.
Oleh karena itu, penting untuk menyadari bahwa kehadiran negara dan pemimpin seharusnya tidak hanya muncul dalam bentuk pemberian sesaat.
Yang lebih dibutuhkan rakyat adalah kehadiran dalam bentuk kebijakan yang adil, program yang berkelanjutan, serta keberpihakan yang nyata terhadap kemandirian ekonomi dan sosial masyarakat.
Rakyat Juga Harus Bangkit
Namun kritik tidak cukup hanya diarahkan kepada para pemangku kekuasaan. Masyarakat pun harus diingatkan agar tidak terbiasa dengan pola pikir meminta. Karena martabat rakyat tak kalah penting untuk dijaga.
Ketika masyarakat terbiasa menggantungkan nasib pada pemberian, maka yang terkikis bukan hanya semangat hidup, tetapi juga jati diri.
Rakyat juga jangan terbiasa meminta yang hanya sesaat. Itu pun tak baik dalam agama. Kita harus kembali pada budaya kita: mandiri, kuat, terhormat.
Jangan biarkan sifat ureung di Nanggroe Mulia menjadi malas dan meminta-minta.
Budaya Aceh adalah budaya yang tangguh. Leluhur kita dikenal sebagai orang-orang yang berdiri gagah dalam menghadapi kesulitan.
Jangan biarkan warisan mental mandiri itu terkubur oleh rutinitas meminta. Kemandirian bukan hanya nilai moral, tapi juga fondasi utama dari keberlangsungan sebuah bangsa yang bermartabat.
Kewibawaan yang Dipertaruhkan
Tak kalah pentingnya adalah menjaga kehormatan, baik dari sisi rakyat maupun para pemimpin. Pemimpin yang berwibawa adalah mereka yang tidak menjadikan pemberian sebagai alat kendali.
Wibawa tak dibangun dari senyuman saat memberi, melainkan dari ketulusan menciptakan keadilan.
“Kewibawaan pemimpin dan kewibawaan diri harus kita jaga. Ini tentang marwah. Jangan sampai harga diri kita tergadai demi citra sesaat,” katanya penuh penekanan.