“Mualem saja dikhianati, apalagi rakyat Aceh,” ujar politisi muda Partai Aceh M Jirin Capah dalam keterangan tertulisnya, Ahad, 21 Juli 2024.
Dari berbagai pernyataan di atas dapat dilihat bahwa kemunculan nama Bustami Hamzah jauh lebih dipertimbangkan sebagai saingan kuat daripada sejumlah nama lainnya.
Tak heran nama Bustami yang muncul dari dorongan dan dukungan dari masyarakat berbagai daerah di Aceh dikhawatirkan akan menjadi ancaman untuk langkah mulus Mualem menuju kursi Aceh 1.
Lampu Hijau untuk Bustami-Haji Uma
Pernyataan Ketua Umum DPP Partai Aceh (PA) sekaligus Bakal Calon Gubernur Aceh Muzakir Manaf alias Mualem yang menutup rapat-rapat potensi menggandeng Senator asal Aceh, H Sudirman alias Haji Uma di Pilkada Aceh 2024 menjadi lampu hijau bagi sang senator untuk bergandengan dengan politisi lainnya pada Pilkada 2024.
Penegasan Mualem tersebut tentu bukan tanpa alasan, kendatipun Haji Uma memiliki popularitas dan elektabilitas yang luar biasa, namun pemilik 1.060.991 suara di Pemilu Legislatif 2024 itu juga sama dengan Mualem berasal dari Aceh Utara.
Tentunya Mualem tak ingin mengulangi pengalaman pahit ketika bergandengan dengan TA Khalid yang berasal dari satu daerah pada Pemilu 2017 silam.
“Haji Uma satu Dapil (daerah pemilihan), nggak mungkinlah,” tegas Mualem singkat saat ditemui di sela kegiatan Investment Opportunities Dialogue yang diselenggarakan Komite Peralihan Aceh (KPA) Luwa Nanggroe di Hotel Hermes Palace Banda Aceh, Kamis (25/7/2024).
Tentunya berbeda dengan Bustami yang berasal dari Kabupaten Pidie, peluang menggandeng Haji Uma yang berasal dari Aceh Utara tentu lebih memungkinkan.
Selain berbeda secara geo politik kedaerahan juga berbeda secara Dapil pemilihan DPR RI, hal ini akan menjadi pertimbangan pemetaan wilayah kerja lebih mudah, Bustami di Dapil Aceh 1 dan Haji Uma di Dapil Aceh 2 nantinya.
Kendatipun Haji Uma pernah mengatakan bahwa dirinya tidak akan maju sebagai calon Gubernur, namun tidak menutup kemungkinan untuk calon Wakil Gubernur. Tentunya sebagai seorang politisi, senator yang dikenal dengan aksi sosialnya itu sangat menyadari dalam politik pilkada popularitas dan elektabilitas tidaklah cukup menjadi modal maju calon gubernur, namun simpul basis, cost politik hingga kapasitas yang matang sangat menentukan.