Mamad Si Benteng Mini Warga Israel
OLEH: AHMADIE THAHA*
PADA Jumat pagi, 13 Juni, langit Tel Aviv masih biru. Suasana tenang, jika definisi “tenang” adalah langit yang segera dilubangi rudal-rudal berhulu ledak. Israel akhirnya melancarkan serangan militer terhadap titik-titik yang diidentifikasi sebagai pusat pembuatan nuklir Iran.
Ini bukan langkah mendadak, melainkan babak baru dari perang yang sudah lama mereka siapkan. Langkah ini mereka sebut sebagai “pertahanan preventif” — istilah diplomatik dari strategi “menyerang duluan supaya bisa mengaku diserang belakangan.”
Tentu saja, Iran tdak tinggal diam. Kali ini, mereka punya alasan — bukan cuma untuk membalas, tapi sekalian menggenapi niat melenyapkan Israel dari peta. Rudal-rudal balistik Iran meluncur bak kawanan kerlap-kerlip dari jarak hampir 2.000 kilometer.
Serangan balasan Iran langsung menyasar dan menghancurkan fasilitas militer dan pusat vital di Israel. Tapi seperti biasa, ada yang menghantam rumah warga sipil. Terutama, perumahan “baru” yang dibangun di atas tanah yang dirampas dari warga Palestina.
Warga Israel sendiri tampaknya sudah sejak lama tahu bahwa serangan ini akan datang. Bahkan mungkin, sebelum Perdana Menteri Benyamin Netanyahu menekan tombol “launch,” para arsitek telah lebih dulu menekan tombol “autocad.”
Maka sejak tahun 1992, negara kecil itu mewajibkan pembangunan Mamad, singkatan dari Merkaz Mugan Dirati atau “Ruang Perlindungan Apartemen”, di setiap rumah baru. Bentuknya berupa kamar beton setebal dendam geopolitik yang tak kunjung reda.
Di hari biasa, ia bisa jadi ruang kerja, kamar tidur tamu, atau tempat main anak. Tapi saat sirene meraung dan langit berubah menjadi layar film perang, Mamad menjadi Noah’s Ark versi arsitektur modern: satu ruang yang diharapkan menyelamatkan satu keluarga.
Ambillah contoh Levi Ben-Haim, warga pinggiran Ashkelon. Ia sudah dua pekan bertahan di dalam Mamad rumahnya bersama istri, dua anak, seekor kucing, dan satu koper berisi mimpi liburan ke Eropa yang lagi-lagi harus ditunda.
Ketika tanda-tanda perang mulai tampak, Levi langsung melengkapi ruang itu dengan semua kebutuhan dasar: air, makanan kering, senter, radio darurat, dan tentu saja, Wi-Fi — karena apalah artinya selamat dari misil jika tak bisa mengunggah story Instagram?