Menuduh peraturan ini tidak sah hanya karena tidak cocok dengan selera pribadi adalah
pelecehan intelektual.
Kalau semua aturan internal kampus dianggap ilegal, lalu mau pakai aturan warung kopi?
Fakta menarik: Teuku Abdul Hanan bukanlah pengamat independen. Ia pihak langsung dalam perkara.
Ia tercatat sebagai wakil direktur CV. Jurongme Company yang sedang menggugat USK.
Ia juga mendapat kuasa hukum dari CV. Jurongme Company untuk menyomasi USK.
Ia bahkan ikut tender proyek FKG Blok V, tapi kalah.
Jadi, menamakan diri “pemerhati” itu cuma kamuflase. Yang terjadi hanyalah pemain yang kalah
di meja tender lalu menggugat wasit dan menjelekkan panitia lewat opini publik di media.
Bayangkan sebuah pertandingan sepak bola. Tim Teuku Abdul Hanan kalah telak karena bermain buruk, tidak
patuh strategi, bahkan dapat kartu merah.
Setelah peluit panjang, bukannya introspeksi, ia malah menuduh wasit curang, panitia tidak sah, bahkan aturan FIFA salah.
Padahal semua orang di stadion tahu: kalah ya kalah. Jangan salahkan aturan hanya karena
gagal main.
Opini Hanan di media bukanlah kontrol sosial, tapi lebih mirip surat curhat orang kalah tender yang dibungkus jargon hukum. Publik jangan terkecoh.
USK tetap harus berpegang pada regulasi, menjaga transparansi, dan tidak perlu goyah oleh
opini yang lebih mirip serangan pribadi daripada kritik akademik.
Aceh butuh universitas kuat, bukan gaduh murahan.