Namun usai damai terbentang, tatanan sosial yang tertib belum mampu direalisasikan oleh setiap kepemimpinan dari masa ke masa.
Sembilan belas tahun usia perdamaian, belum menjadikan Aceh sebagai daerah yang unggul dan memberikan lapangan kerja dan kesejahteraan untuk rakyatnya.
Semua berjalan secara alami tanpa sentuhan yang berarsitektur dari penyelenggara pemerintah.
Memang politik tetap berjalan, perekonomian diselenggarakan, aktivitas keagamaan, sosial dan budaya tak absen dibicarakan dan dimainkan di atas pentas.
Tapi adegan-adegan sosial kemasyarakatan itu berjalan seperti orkestra tanpa dirigen yang memandunya. Lalu apa yang salah sehingga media sosial menjadi tempat “pergunjingan sosial” dan warung-warung kopi kadang menjadi arena “relaksasi” menuangkan kegelisahan dan nestapa Nanggroe endatu.
Damai yang diperingati setahun sekali itu ternyata belum menjadi menara air yang menghidupi. Kesalahannya karena kepemimpinan politik yang naik di atas panggung kekuasaan belum mampu mendengar dan menyediakan kebutuhan mayoritas rakyat yang kehidupannya masih moral-marit.
Kepemimpinan transformasional yang menjalankan agenda perubahan, kata orang Aceh “lage ta preh boh ara hanyot” (seperti menunggu buah ara hanyut). Jangan tanya ke saya seperti apa bentuk dan rasa buah ara itu. Tapi yang pasti kiasan itu adalah ungkapan penantian yang tak kunjung datang.
Momentum 19 tahun Damai Aceh bertepatan dengan akan berlangsungnya kontestasi pemilihan kepala daerah pada bulan November yang akan datang. Pilkada serentak di seluruh penjuru negeri ini adalah kabar optimis sekaligus pesimis.
Bagi kaum optimis, para kontestan yang terpilih nanti diharapkan menjadi perawat damai yang handal. Damai bukan berarti tidak ada konflik. Bagi Aceh, peringatan damai adalah cara untuk mengutuk ketidaknyamanan dan dehumanisasi.
Karenanya kepemimpinan yang transformasional mampu menjawab dan mengisi damai dengan merealisasikan harapan rakyat Aceh. Benar tak ada konflik bersenjata lagi, tapi bagaimana dengan konflik sumber daya alam antara Pusat dan daerah, antar kelompok masyarakat dan juga sesama masyarakat dalam kelompok yang sama.