Simulakra Koperasi Desa
OLEH: AHMADIE THAHA
BARU sehari diresmikan Presiden Prabowo Subianto secara virtual, dengan layar LED segede papan nama dan semangat yang dikemas sedemikian rupa, Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) di Pucangan, Montong, Tuban, Jawa Timur mendadak tutup. Lampu-lampunya gelap.
Barang-barang diangkut, etalase dibungkus, banner dicopot, bahkan foto presiden ikut diturunkan. Suasananya mirip habis pesta hajatan yang ternyata belum lunas. Tinggal janur melengkung, utangnya nyangkut, urusan jadi panjang.
Kalau koperasi itu manusia, barangkali ia akan menulis status: “Baru semalem diresmikan, paginya ditinggal. Rasanya kayak dijadiin pelarian.” Maka orang pun bertanya, koperasi itu dari rakyat, atau untuk rakyat yang sudah dirancang?
Secara historis dan ideologis, koperasi sejatinya entitas bisnis buah dari inisiatif warga. Ia tumbuh dari kesadaran bersama: “Kita lemah sendiri, tapi kuat kalau bareng-bareng.” Ini sejalan dengan semangat gotong-royong, tapi dengan bumbu bisnis yang gurih.
Mohammad Hatta menyebut koperasi sebagai “usaha bersama untuk memperbaiki nasib ekonomi berdasarkan semangat tolong-menolong.” Bukan semangat disetir elite, apalagi semangat kampanye semi-laten yang hadir di podium-podium kampanye.
Namun, yang terjadi kini justru sebaliknya. Alih-alih bottom up, koperasi-koperasi zaman now malah muncul dengan pola top up alias top down, disuntik dari atas, lalu dijadikan etalase Politik. Dan kalau sudah selesai upacara, tinggal top out. Kosong. Lengang.
Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) di Tuban itu pun seolah sinetron tanpa rating. Padahal itu proyek percontohan. Artinya, ia diseleksi dan terpilih untuk dijadikan etalase. Layaknya kue ulang tahun yang dibuat bukan untuk dimakan, tapi buat difoto lalu diunggah.
Tapi sayangnya, begitu kamera mati, mitra strategisnya, yakni Pondok Pesantren Sunan Drajat, angkat kaki. Bukan karena tak cinta, tapi karena tak disebut namanya dalam acara yang menghadirkan penguasa tertinggi negeri. Sakitnya tuh di manajemen!
Pihak pesantren sudah berniat baik membela KDMP yang hanya boleh dimiliki pihak desa. Mereka sejak awal mendampingi: dari legalitas, renovasi, logistik, hingga SDM. Tapi saat acara digelar, namanya lenyap. Yang disebut malah nama baik BUMN dan PT Pupuk Indonesia.