BANDA ACEH — Salah satu konsekwensi dari pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) saat ini adalah penyelenggaraan proses belajar mengajar di sekolah dilakukan secara daring (dalam jaringan) atau online.
Namun, menurut Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Aceh Alhudri, anak-anak selama ini sudah mengalami kelelahan akibat pembelajaran yang dilakukan secara daring tersebut, dan belajar tatap muka atau luring.
“Koordinasi dengan Dinas Kesehatan kalau anak-anak bisa divaksin, tim vaksin didatangkan ke sekolah-sekolah. Tentu dengan persetujuaan wali murid. Inilah saatnya, anak-anak sudah lelah sama belajar daring, mereka rindu belajar luring atau tatap muka. Kami upayakan sebisa kami, ini bisa,” ujar Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Alhudri.
Hal itu disampaikan Alhudri pada
diskusi daring bertema ‘Peran guru dalam edukasi protokol kesehatan dan vaksinasi, Senin (30/8), yang dilaksanakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Banda Aceh.
Diskusi tersebut juga menghadirkan narasumber lainnya yakni Zulfikar (Ketua PGRI Banda Aceh), Saifullah Abdulgani (Juru Bicara Satgas Covid-19 Aceh), dengan penanggap Risang Rimbatmaja (Communication of development UNICEF) dan moderator Zulkarnaini Muchtar dari AJI Banda Aceh.
Diskusi yang berlangsung sekitar 2,5 jam tersebut diikuti oleh puluhan peserta dari unsur dewan guru dan wali murid.
Alhudri menyebutkan, data terbaru 10 ribu lebih tenaga pendidik di Aceh sudah divaksin. Sementara untuk vaksinasi murid, harus disosialisasikan lagi.
Pihaknya mengupayakan agar tim vaksin yang turun ke sekolah-sekolah, baik boarding school atau pun bukan.
Disebutkan, jumlah peserta didik se-Aceh ratusan ribu anak. Sementara usia vaksinasi Covid-19 untuk anak-anak yaitu, umur 12-17 tahun.
Mengutip data UNICEF, 1 dari 19 pasien Covid-19 adalah anak-anak. Sementara 1 dari 23 pasien Covid-19 yang meninggal adalah anak-anak.
Artinya, kalangan usia anak tidak lepas dari ancaman virus tersebut.
Sementara itu, kalangan dewan guru dan wali murid juga menyampaikan keresahan serupa terkait pandemi.
Sebut saja, sistem belajar daring yang menemui banyak kendala mulai dari ketersediaan perangkat, jaringan, hingga komitmen dari orangtua siswa.
Di sisi lain, orang tua tidak disiapkan untuk menjadi pengajar.
Sementara untuk vaksinasi, para guru harus berperang melawan hoaks terkait Covid-19 yang beredar luas di masyarakat.
“Ada sekolah murid datang ke sekolah pakai pakaian bebas. Kalau prokes kenapa tidak? Kenapa hanya sekolah yang dibatasi,” tanya Rina Fitri, guru dari salah satu SMA di Banda Aceh dalam sesi diskusi.
Juru Bicara Satgas Covid-19 Aceh Saifullah Abdulgani mengatakan, peran guru besar. Lembaga pendidikan bisa membentuk prilaku baru, budaya protokol kesehatan. Kasus Covid-19 yang naik lebih karena faktor prilaku dan untuk mengubah nilai dalam masyarakat ada 7 tahap, kita menuju proses ke sana.
Saifullah Abdulgani atau yang akrab disapa SAG menjelaskan, kebijakan penanganan covid-18 tersebut berdasarkan risiko.
Ia menyebutkan, pandemi Covid-19 memasuki tahun kedua sementara pedoman penanggulangan Covid-19 sudah tujuh kali berubah.
SAG menegaskan, itu bukan bentuk inkonsistensi pemerintah, tapi didasarkan perkembangan dan hasil penelitian.
Zulfikar, Ketua PGRI Banda Aceh menyatakan hal di atas bersifat kasuistik dan menegaskan komiten pihaknya menjadi corong pemerintah dalam perang melawan pandemi.
Sementara Risang Rimbatmaja dari UNICEF menawarkan pola komunikasi yang persuasif lewat pendekatan personal.Menurutnya, pola tersebut lebih efektif karena lebih menggugah kesadaran. (IA)