BANDA ACEH — Pemerintah Aceh didesak untuk mempertahankan dan memperpanjang kontrak para da’i yang bertugas di daerah perbatasan dan pedalaman Aceh.
Selama ini mereka bertugas menjaga akidah umat dan menyebarkan dajwah di empat kabupaten/kota yang berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara yakni Aceh Tamiang, Aceh Tenggara, Aceh Singkil dan Kota Subulussalam.
Saat ini sekitar 200 da’i tersebut sedang mempertanyakan nasibnya dikarenakan akan diputuskan kontraknya mulai tahun 2023, berdasarkan PP Nomor 49 tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.
Hal tersebut disampaikan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) yang juga Ketua Komisi VI DPRA Tgk H Irawan Abdullah SAg dalam pertemuannya dengan para da’i perbatasan se-Aceh di Banda Aceh, Sabtu (12/3).
“Para da’i itu selalu berada di garda terdepan untuk mengawal akidah dan mengembangkan keislaman masyarakat di perbatasan dan pedalaman Aceh yang rawan pemurtadan. Jadi sangat wajarlah para da’i ini tetap dilanjutkan untuk tahun-tahun ke depannya juga,” kata Tgk Irawan Abdullah.
Wakil Ketua F-PKS DPRA itu menjelaskan jika dilihat dari tugas yang diemban da’i tersebut di daerah perbatasan, maka tidak ada alasan Pemerintah Aceh untuk mengakhiri kontrak mareka.
Akan tetapi sebaliknya para da’i tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya di daerah perbatasan tersebut.
Anggota DPRA Dapil I Aceh Besar, Banda Aceh dan Kota Sabang itu menambahkan syariat Islam di Aceh semakin hari semakin besar tantangannya. Banyak isu-isu dan pemahaman yang salah mengenai syariat Islam yang berhembus di tengah masyarakat.
Oleh sebab itu, lanjutnya, sangat dibutuhkan peran dan kiprah para dai untuk bisa mendorong masyarakat mengamalkan syariat Islam dalam segala aspek kehidupan sekaligus memperkuat aqidah, membina moral dan memperkokoh ukhuwah dan syiar Islam.
Apalagi di daerah perbatasan yang masyarakatnya sangat majemuk dan heterogen.
“Kami di DPRA akan terus memperjuangkan agar para dai tetap bekerja dan bertugas seperti biasa. Andaikan PP itupun diberlakukan umum seluruh Indonesia, maka Aceh dengan keistimewaan dan kekhususannya tentulah berbeda karena tidak ada di daerah lain,” jelas Tgk Irawan Abdullah.