Prof Irwan Abdullah menjelaskan, saat ini persaingan institusi pendidikan semakin tinggi, penjaringan calon mahasiswa yang berkualitas pun sangat penting. Banyak calon mahasiswa berkualitas justru lebih memilih kuliah keluar negeri, terlebih akses informasi dan aplikasinya sudah sangat mudah dilakukan.
Lebih lanjut Guru Besar UGM ini memberi contoh, salah satu perguruan tinggi di Singapura, mereka mencari calon mahasiswa yang berkualitas dengan menghubungi langsung calon mahasiswa yang memiliki prestasi untuk kuliah di kampusnya dengan menawarkan beasiswa.
Untuk itu, Irwan berpendapat, pendidikan tinggi perlu upaya melepaskan diri pada finansial mahasiswa, sehingga perlu ada upaya menggalakkan scholarship – scholarship bagi mahasiswa dari siapa saja, dimulai dari diri kita sendiri semampu kita.
“Hal ini yang juga sudah saya praktikkan di kampus UGM dari pendapatan saya pribadi. Kita bisa mulai dari scholarship anak pinggiran, scholarship anak yatim, keluarga miskin dan lain sebagainya”.
Prof Irwan menyebutkan, daya saing perguruan tinggi yang semakin ketat, perguruan tinggi harus menunjukkan produk unggulan. UIN Ar-Raniry perlu mengembangkan sebuah program studi yang menjadi produk unggulan dan sesuai dengan sejarah ataupun kondisi kedaerahannya.
“Sebagai contoh, UIN Ar-Raniry perlu buka Prodi Resolusi Konflik, karena konflik di Aceh berhasil menuju perundingan dan perdamaian sehingga orang lain khususnya daerah-daerah yang masih berkonflik akan belajar ke UIN Ar-Raniry dengan adanya produk unggulan tersebut,” kata dia.
Dalam paparanya, Prof Irwan juga menggambarkan terkait studi new media.
“Hari ini kita perlu prodi-prodi baru yang bisa menjawab berbagai persoalan terkini. Misal, prodi mana yang bisa menjawab persoalan haji melalui metaverse. Tata laksana haji dilaksanakan dalam ruang metaverse, berapa banyak konflik dalam keluarga bahkan terjadi perceraian karena media sosial.
Kondisi mediasisasi menjadi personalisasi. Hari ini banyak ruang sosial hilang, tempat pengajian tergantikan dengan ruang media sosial dan media massa. Padahal emosi perlu dibangun sebagai pengikat hubungan. Namun sekarang hubungan emosi ini diganti dengan emoticon. Sehingga perlu dibangun metode-metode penelitian baru yang dapat mengkaji persoalan-persoalan sekarang ini. Dan di sini peluang perguruan tinggi untuk menghadirkan produk unggulnya,” ucap pria kelahiran Aceh Utara, 8 September 1963.