Banda Aceh, Infoaceh.net –Di tengah meningkatnya krisis air bersih dan pencemaran lingkungan di Indonesia, sekelompok mahasiswa Teknik Kimia Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh menghadirkan terobosan kreatif yang menggabungkan kepedulian lingkungan, teknologi, dan nilai ekonomi sirkular.
Mereka menamai inovasi ini CASCAREV (Cascara Revolution): teknologi pemurnian air berbasis membran yang dimodifikasi menggunakan limbah kulit kopi kering atau cascara.
Inovasi ini diketuai Mauziki, bersama anggota Zahra Triani Ilyas, Meutya Shahira, Said Habiburrahman, dan Surya Andika, semuanya dari Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik USK, serta dibimbing oleh Prof Dr Nasrul ST MT.
Mauziki menjelaskan, gagasan CASCAREV lahir dari keikutsertaan tim dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Riset Eksakta.
Tim mencari topik yang tak hanya menarik secara ilmiah, tetapi juga mampu memberikan dampak nyata bagi masyarakat. Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan peningkatan pencemaran air di Indonesia lebih dari 300 poin antara 2021–2024 menjadi pemicu serius untuk bertindak.
Dalam diskusi tim, muncul ide mengembangkan membran Polyethersulfone (PES) sebagai solusi filtrasi. Namun, membran PES konvensional memiliki kelemahan karena rentan mengalami fouling (penyumbatan) dan kurang antibakteri.
Solusi muncul ketika salah satu anggota tim yang berasal dari Takengon mengusulkan pemanfaatan limbah cascara. Ternyata, cascara mengandung polifenol dan pektin, dua senyawa alami dengan sifat antioksidan, antibakteri, serta hidrofilik yang dapat meningkatkan kinerja membran PES.
“Dari sinilah lahir sebuah upaya mengubah limbah agroindustri menjadi material bernilai tinggi untuk teknologi ramah lingkungan,” kata Mauziki, Kamis (16/10/2025).
Berbeda dari membran konvensional, membran PES yang dimodifikasi dengan ekstrak cascara ini memiliki beberapa keunggulan kunci. Kandungan polifenol dan pektin memberikan sifat antibakteri yang lebih baik, membantu menurunkan jumlah koloni bakteri minimal 85%.
Selain itu, modifikasi ini meningkatkan sifat antifouling, yang membuat membran lebih tahan terhadap penyumbatan, serta meningkatkan hidrofilisitas sehingga proses filtrasi menjadi lebih efisien dan hemat energi.
Nilai keberlanjutan inovasi ini juga tinggi karena memanfaatkan limbah lokal dan mengurangi ketergantungan pada bahan impor. Tim CASCAREV menargetkan fluks (kecepatan filtrasi) minimal 50 L/m 2 jam dengan tingkat rejeksi polutan ≥80%.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Polimer USK selama empat bulan, melalui serangkaian tahapan yang ketat. Proses diawali dengan persiapan cascara, mulai dari penyortiran, pembersihan, pengeringan pada 55∘C, hingga pemotongan.
Senyawa aktifnya kemudian diekstrak, pektin diekstrak dengan asam sitrat, dan polifenol dengan etanol, lalu diuapkan dan dimurnikan.
Tahap akhir adalah pembuatan membran, di mana PES dicampur dengan aditif cascara dalam pelarut DMSO, diratakan pada pelat kaca, dan dicelupkan ke air koagulan.
Uji performa dilakukan melalui uji filtrasi, sifat antifouling, dan aktivitas antibakteri menggunakan metode disk diffusion dan colony count.
CASCAREV tidak hanya menjawab tantangan penyediaan air bersih, tetapi juga mengurangi limbah pertanian yang berpotensi mencemari lingkungan. Pendekatan ini sejalan dengan prinsip ekonomi sirkular dan mendukung beberapa target Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya SDG 6 (Air Bersih dan Sanitasi) dan SDG 9 (Inovasi dan Infrastruktur).
“Dengan mengandalkan bahan lokal, tim CASCAREV berharap dapat mengurangi ketergantungan pada teknologi impor, sekaligus membuka peluang komersialisasi produk di masa depan,” jelas Mauziki.
Langkah selanjutnya adalah menguji membran dalam skala yang lebih besar, menjalin kerja sama dengan industri, dan melakukan uji lapangan di berbagai sumber air tercemar, yang pada akhirnya memberikan dampak positif terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat luas.