Banda Aceh, Infoaceh.net — Direktur Pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Prof Eka Srimulyani, tampil sebagai salah satu pembicara utama (invited speaker) dalam Annual International Conference on Islam, Science and Society (AICIS+) 2025, yang digelar di Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) Depok, 29–31 Oktober 2025.
Konferensi tahunan yang diinisiasi Kementerian Agama RI ini menghadirkan peserta dari 31 negara, dan mencatat rekor dengan 2.434 abstrak yang dikirim, namun hanya 230 paper yang diterima untuk dipresentasikan.
Prof Eka menjadi pembicara di sesi pleno bersama akademisi dari Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan Mesir dalam tema panel “Decolonial Islamic Law and Ecotheology for Peacebuilding, Environmental Sustainability, and Humanitarian Crises.”
Dalam paparannya, Prof Eka menyoroti kiprah perempuan dalam gerakan penyelamatan lingkungan, termasuk di Aceh.
“Banyak inisiatif penyelamatan alam digerakkan oleh perempuan. Mereka menunjukkan semangat sosial, tanggung jawab ekologis, dan refleksi mendalam atas nilai-nilai keagamaan (Islam),” ujarnya.
Ia menekankan bahwa gerakan lingkungan perlu dipahami tidak hanya sebagai isu ekologis, tetapi juga sebagai ekspresi spiritual dan sosial yang berakar pada nilai keadilan Islam.
Selain menjadi pembicara pleno, Prof Eka juga memimpin panel khusus UIN Ar-Raniry yang berkolaborasi dengan Sasakawa Peace Foundation Jepang. Panel bertajuk “Masculinity and WPS: Exploring Contextualized Islamic Equality Principles” itu menghadirkan sejumlah akademisi internasional, di antaranya Maho Nakayama (Jepang), Rizki Amalia Affiat (National University of Singapore), Reza Idria (UIN Ar-Raniry/ICAIOS), Prof Rufa Cagaco Guiam (Mindanao State University), dan Faqihuddin Abdul Qadir (UIN Syekh Nurjati Cirebon).
AICIS+ 2025 sendiri mengusung tema besar “Islam, Ekoteologi, dan Transformasi Teknologi: Inovasi Multidisiplin untuk Masa Depan Berkeadilan dan Berkelanjutan.”
Forum ini menjadi wadah pertukaran gagasan global untuk menjawab tantangan krisis iklim dan percepatan teknologi, termasuk perkembangan kecerdasan buatan (AI).
Dalam sambutan pembukaannya, Menteri Agama RI diwakili Sekretaris Jenderal Kemenag Kamaruddin Amin menekankan dunia tengah menghadapi dua tantangan besar, yaitu krisis iklim dan disrupsi teknologi.
“Kedua isu ini bukan semata persoalan teknis, melainkan juga krisis spiritual dan intelektual. Tradisi Islam harus hadir sebagai sumber solusi bagi tantangan kontemporer,” ujar Kamaruddin.
Ia menambahkan, Kemenag berkomitmen memperkuat infrastruktur intelektual Islam melalui tiga langkah utama: penguatan riset di perguruan tinggi Islam, pengembangan metodologi interdisipliner, dan fasilitasi percakapan ilmiah global.
Rektor UIN Ar-Raniry, Prof Mujiburrahman, menyampaikan apresiasi atas peran aktif dosen-dosen UIN Ar-Raniry dalam forum internasional bergengsi tersebut.
“Kehadiran Prof Eka dan rekan-rekan dosen UIN Ar-Raniry lainnya di AICIS menunjukkan kapasitas akademik UIN Ar-Raniry yang diakui di level global. Ini menjadi bagian dari upaya kami membangun tradisi keilmuan yang kuat, berakar pada nilai Islam, dan relevan dengan tantangan zaman,” ujar Prof Mujiburrahman.
Ia menambahkan UIN Ar-Raniry terus mendorong kolaborasi riset lintas negara serta penguatan jejaring internasional yang menempatkan Aceh sebagai salah satu pusat studi Islam yang progresif dan terbuka terhadap inovasi.




 
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
 