Banda Aceh, Infoaceh.net – Universitas Syiah Kuala (USK) kembali menegaskan perannya sebagai kampus pelopor pendidikan damai di Indonesia. Melalui kuliah umum bertema “Damai dalam Bingkai Kearifan Lokal” yang digelar di Ruang VIP AAC Dayan Dawood, Selasa (11/11/2025), USK menandatangani kerja sama strategis dengan organisasi internasional Nonviolent Peaceforce.
Kerja sama ini dituangkan dalam penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU), Memorandum of Agreement (MoA), serta Implementation Arrangement (IA) antara Rektor USK, Direktur Sekolah Pascasarjana, Program Studi Magister Damai dan Resolusi Konflik (MDRK), dan Head of Mission for Philippines and Regional Representative for Asia the Nonviolent Peaceforce.
Perdamaian Aceh Jadi Inspirasi Dunia
Dalam sambutannya, Rektor USK Prof. Dr. Ir. Marwan menegaskan bahwa perdamaian Aceh merupakan modal sosial yang sangat berharga dan harus terus dijaga melalui pendidikan serta riset.
“Sudah dua puluh tahun damai berjalan di Aceh. Ini buah dari komitmen semua pihak. Kini tugas kita adalah mengisi perdamaian itu, memastikan nilainya tertanam di masyarakat dan diwariskan kepada generasi muda,” ujarnya.
Prof. Marwan mengingatkan dua tonggak penting dalam sejarah perdamaian Aceh: Ikrar Lamteh yang melahirkan Kopelma Darussalam sebagai simbol persatuan akademik, dan MoU Helsinki 2005 yang menandai berakhirnya konflik bersenjata.
USK, lanjutnya, telah menanamkan nilai-nilai perdamaian melalui Mata Kuliah Umum (MKU) di jenjang sarjana dan mengembangkan Program Studi Magister Damai dan Resolusi Konflik (MDRK) sebagai pusat pembelajaran yang kini menjadi rujukan bagi berbagai negara berkonflik seperti Filipina, Thailand, Myanmar, dan Afghanistan.
“Kami ingin pengalaman damai Aceh menjadi model pembelajaran global,” tambahnya.
Direktur Pascasarjana USK, Prof Dr Hizir, menyebut kolaborasi dengan Nonviolent Peaceforce ini menjadi momentum penting untuk memperkuat pendidikan damai berbasis riset dan kearifan lokal.
“Perdamaian tidak berhenti pada kesepakatan politik, tapi harus terus dihidupkan melalui pendidikan. Kuliah umum ini menjadi ruang refleksi bagi generasi yang tumbuh setelah konflik,” kata Prof. Hizir.
Kepala Sekretariat Badan Reintegrasi Aceh (BRA), Mahdi Effendi, menekankan bahwa kearifan lokal memiliki peran penting dalam menjaga harmoni sosial.
“Damai akan lestari jika masyarakat terus menghormati dan mengamalkan nilai-nilai kearifan lokal. Inilah pondasi yang membuat masyarakat Aceh tetap kuat dan beradab,” ujarnya.
Mahdi menambahkan, kearifan lokal dapat menjadi solusi modern untuk persoalan global seperti perpecahan sosial dan krisis identitas.
Dengan kolaborasi ini, USK menegaskan posisinya sebagai pusat pembelajaran perdamaian di Asia Tenggara, menjadikan pengalaman Aceh bukan hanya kenangan sejarah, tetapi juga sumber inspirasi dunia tentang bagaimana damai dapat tumbuh dari akar budaya dan kearifan lokal.



