BANDA ACEH — Dua fraksi Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) yakni Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang sebelumnya mendukung penggunaan hak interpelasi dewan, kini sudah kembali bersama Gubernur Nova Iriansyah setelah menerima pertanggungjawaban pelaksanaan APBA 2020.
Keputusan dua fraksi partai di DPRA yang dulunya terkenal kritis menerima pertanggungjawaban Gubernur Aceh Tahun Anggaran 2020 tentunya mengejutkan publik.
Bagaimana tidak, anggota DPRA dari kedua partai berbasis Islam ini sebelumnya begitu luar biasa dalam membongkar persoalan Pemerintah Aceh, bahkan begitu semangat menyuarakan persoalan rakyat ketika hak interpelasi DPRA tahun lalu digulirkan.
“Sungguh sangat disayangkan, Anggota DPRA dari dua fraksi partai berbasis Islam tersebut malah memilih menerima pertanggungjawaban Gubernur Aceh tahun anggaran 2020. Hal ini malah membuat publik menilai apa yang disuarakan selama ini hambar dan tak lebih dari sandiwara belaka. Sungguh sangat mengecewakan,” ungkap Koordinator Koalisi Aktivis Mahasiswa Indonesia (KAMI) Wilayah Aceh, Muhammad Hasbar Kuba, Sabtu (21/8).
Menurut Hasbar, sikap Anggota DPRA kedua fraksi ini sungguh melukai hati masyarakat Aceh, pasalnya di kala mencuatnya polemik serius pada APBA 2020, mereka malah menunjukkan sikap menerima hal tersebut.
“Ini patut dipertanyakan publik, apalagi ada kabar Anggota DPRA kedua partai ini mendapat penekanan serius dari partainya sehingga tak berani untuk menyuarakan penolakan terhadap pertanggungjawaban gubernur. Lantas kenapa anggota DPRA dari Partai tersebut tak seberani 2 anggota DPRA dari PDA yang berani dengan lantang menolak dengan objektif pertanggungjawaban Gubernur Aceh di kala fraksinya menerima. Ini juga akan jadi perbandingan di mata rakyat Aceh.”
Masih kata Hasbar, di kala fraksi PPP yang dulunya memilih tak mengikuti interpelasi dan kelanjutan angket sadar akan keinginan dan harapan rakyat serta kembali ke jalan yang benar.
Anggota DPRA dari dua partai lainnya justru memilih tidak istiqamah dengan sikap kritis sebelumnya. “Ini preseden buruk yang akan menjadi catatan hitam di hati rakyat Aceh,” katanya.
Menurutnya, mulai dari penggunaan dana refocusing covid-19 yang digunakan untuk kebutuhan di luar penanganan covid-19, banyaknya temuan kebijakan pemerintah Aceh yang menabrak aturan hingga berbagai polemik lainnya menunjukkan sangat pantas wakil rakyat bersuara lantang dan tegas.
“Mari kita berdoa agar wakil rakyat dan partai politik tak berkhianat terhadap harapan rakyat dan dengan mudah dibeli dengan harga murah. Jika ini terjadi, maka akan jadi catatan miris rakyat Aceh ke depannya. Apalagi yang sering terjadi adalah lemahnya pengawasan DPRA sebagai wakil rakyat kerap terjadi karena insiden yang diakibatkan oleh tidak istiqomahnya anggota DPRA dari fraksi tertentu,” tambah Hasbar.
Hasbar menilai pasca preseden buruk di pembahasan pertanggung jawaban Gubernur ini, maka kelanjutan hak angket akan semakin jauh api dari panggang.
“Karena 2 fraksi partai yang dulunya inisiator interpelasi dan hak angket sudah lebih memilih menjadi pembela gubernur, maka kelanjutan hak angket bisa jadi akan sangat sulit terwujud, karena kuota yang dulunya kurang 5 orang untuk kelanjutan angket kini sudah berkurang lebih banyak. Intinya rakyat akan kembali di-prank oleh sikap tak amanah dan istiqamah para wakilnya,” pungkasnya. (IA)