Kartel Gula Rafinasi Rugikan Petani, DPR Sentil Monopoli 11 Perusahaan
Jakarta, Infoaceh.net – Komisi VI DPR RI menyoroti dominasi 11 perusahaan anggota Asosiasi Gula Kristal Rafinasi Indonesia (AGRI) dalam penguasaan penuh impor gula rafinasi nasional. Praktik itu dinilai mengarah pada kartel dan merugikan petani tebu lokal.
“Sebelas entitas ini yang menentukan hidup matinya pasokan gula industri di Indonesia. Tahun 2022 saja, mereka mengimpor 3,4 juta ton gula mentah. Itu hampir menyamai total kebutuhan nasional,” tegas Anggota Komisi VI dari Fraksi PKB, Nashim Khan, Kamis (8/8/2025).
Ia menyebut struktur impor gula rafinasi yang tertutup dan terpusat ini menciptakan ketimpangan serius, bahkan membunuh semangat petani lokal yang ingin mengembangkan budidaya tebu. Padahal, Indonesia memiliki potensi besar untuk swasembada gula jika tata niaganya diperbaiki.
Dari total kebutuhan gula nasional sekitar 4,5–5 juta ton per tahun, hanya 2,5–3 juta ton yang dipasok oleh produksi dalam negeri. Sisanya diimpor, terutama untuk kebutuhan industri makanan dan minuman.
“Masalahnya, proses perizinan impor sangat eksklusif. Tidak semua pihak bisa masuk. Hanya perusahaan tertentu yang bisa mengajukan rencana produksi, laporan realisasi, hingga pernyataan tidak akan menjual ke ritel,” jelas politisi dari Dapil Jatim III itu.
Persetujuan teknis dari Kementerian Perindustrian pun menjadi kunci utama sebelum Kementerian Perdagangan mengeluarkan izin impor. Menurut Nashim, sistem tertutup ini menyuburkan praktik kartel.
“Bayangkan, hanya 11 pemain yang bisa atur harga dan distribusi gula rafinasi di Indonesia. Tidak ada transparansi soal kuota per perusahaan, negara asal impor, dan distribusinya ke industri. Ini jelas berisiko,” paparnya.
Ia mengingatkan, jika praktik ini terus berlangsung, kepercayaan petani terhadap budidaya tebu akan ambruk. “Petani yang mulai percaya dan menanam lagi bisa-bisa kapok. Tidak ada pedagang besar yang mau ambil gula dari tebu rakyat,” ucapnya prihatin.
Nasim menegaskan bahwa masukan soal darurat tata niaga gula ini sudah disampaikan lintas lembaga, termasuk ke Komisi IV DPR RI, Sinergi Gula Nusantara (SGN), DANANTARA, serta BUMN terkait. Namun, hingga kini belum ada solusi konkret.
“Jangan sampai industri gula dimonopoli segelintir pihak, sementara petani tebu yang jadi korban. Harus ada keberpihakan nyata bagi petani kita,” tutupnya.