Infoaceh.net

Portal Berita dan Informasi Aceh

Nasir Djamil Kritik Putusan Tipikor MA dan Pertanyakan Relevansi UU Peradilan Militer

“Ini tentu bukan dalam rangka membela koruptor, tapi hakim seharusnya memberikan keadilan bukan hanya kepada korban, tapi juga kepada terdakwa. Tugas hakim memang sangat berat, dan persepsi bahwa putusan-putusan tipikor di MA lebih menghukum ketimbang menghadirkan keadilan perlu dijelaskan,” ujar Nasir Djamil.
Anggota Komisi III DPR RI M Nasir Djamil

Jakarta, Infoaceh.net – Anggota DPR RI Fraksi PKS Komisi III, M. Nasir Djamil, menyoroti sejumlah isu strategis dalam fit and proper test Calon Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc di Mahkamah Agung Tahun 2025.

Rapat digelar di Ruang Komisi III DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/9).

Dalam rapat tersebut, Nasir menyinggung persepsi publik terhadap putusan tindak pidana korupsi (tipikor) di Mahkamah Agung. Menurutnya, pandangan publik saat ini lebih menilai putusan-putusan di tingkat kasasi hanya menambah hukuman bagi terdakwa korupsi, ketimbang menghadirkan rasa keadilan secara utuh.

“Ini tentu bukan dalam rangka membela koruptor, tapi hakim seharusnya memberikan keadilan bukan hanya kepada korban, tapi juga kepada terdakwa. Tugas hakim memang sangat berat, dan persepsi bahwa putusan-putusan tipikor di MA lebih menghukum ketimbang menghadirkan keadilan perlu dijelaskan,” ujar Nasir Djamil.

Politisi asal Aceh itu juga menyoroti pengalaman calon Hakim Agung yang berpindah dari kamar tipikor ke kamar militer. Ia mengaitkannya dengan isu tindak pidana koneksitas serta relevansi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, yang dinilai sudah tidak sesuai perkembangan zaman.

“Menurut Saudara Calon Hakim Agung, apakah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 ini masih relevan dengan dinamika hukum saat ini? Karena banyak istilah di dalamnya sudah tidak sesuai lagi,” tegas Nasir.

Lebih jauh, ia menyinggung perubahan Undang-Undang TNI terbaru yang memperluas penempatan prajurit aktif di lembaga sipil. Kondisi tersebut, menurutnya, berpotensi menambah kasus pidana koneksitas antara militer dan sipil.

“Jika prajurit aktif semakin banyak ditempatkan di lembaga sipil, maka potensi tindak pidana yang melibatkan militer dan sipil juga semakin besar. Bagaimana pandangan Saudara terkait kondisi ini?” lanjutnya.

Menutup pandangannya, Nasir Djamil menilai penting adanya evaluasi atas ketiadaan pengadilan koneksitas saat ini. Ia menekankan disparitas keadilan bisa saja muncul bila aturan hukum tidak lagi mampu menjawab dinamika sosial dan kebutuhan masyarakat.

author avatar
Hasrul
Jurnlias Infoaceh.net

Lainnya

Data kontak yang digunakan pelaku, lengkap dengan foto profil dan nama Nasir Nurdin, Ketua PWI Aceh. (Foto: Tangkapan layar)
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Tutup