JAKARTA, Infoaceh.net – Advokat asal Aceh, Imran Mahfudi, mengajukan permohonan uji materiil Pasal 22 dan Pasal 33 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 2 Tahun 2011, ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Sidang pemeriksaan pendahuluan perkara Nomor 194/PUU-XXIII/2025 digelar oleh Majelis Panel Hakim MK yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo bersama Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan M. Guntur Hamzah, pada Rabu (29/10/2025) di Jakarta.
Dalam permohonannya, Imran menilai Pasal 22 UU Parpol yang menyatakan “Kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dipilih secara demokratis melalui musyawarah sesuai AD dan ART” telah menimbulkan ketimpangan dan ketertutupan dalam kepemimpinan partai politik.
Menurutnya, tanpa adanya pembatasan masa jabatan ketua partai, peluang kader lain untuk maju menjadi sangat kecil. Kondisi ini, katanya, telah menyebabkan stagnasi kaderisasi dan sentralisasi kekuasaan di tubuh partai.
“Pemohon berencana mencalonkan diri sebagai Ketua DPW PKB Aceh, namun harus berhadapan dengan ketua yang sudah menjabat selama tiga periode. Peluang untuk bersaing menjadi sangat kecil,” ujar Imran di hadapan majelis hakim.
Imran yang merupakan Pengurus DPW Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Aceh yakni Wakil Sekretaris, menilai, mekanisme internal partai yang sepenuhnya diserahkan pada AD/ART membuat partai cenderung menetapkan aturan yang memperkuat posisi ketua lama. Akibatnya, forum tertinggi partai seperti kongres, muktamar, atau musyawarah nasional, hanya menjadi formalitas untuk mengesahkan kembali ketua umum yang sama.
Karena itu, Pemohon meminta Mahkamah menafsirkan Pasal 22 agar dimaknai “kepengurusan partai politik dipilih secara demokratis untuk jangka waktu lima tahun dan hanya dapat dipilih kembali satu kali dalam jabatan yang sama, baik berturut-turut maupun tidak.”
Selain itu, Imran juga menggugat Pasal 33 ayat (1) UU Parpol yang mengatur penyelesaian sengketa melalui pengadilan negeri. Ia meminta agar ketentuan itu dimaknai bahwa bila sengketa tidak selesai dalam 60 hari sejak diajukan ke mahkamah partai, maka dapat langsung dibawa ke pengadilan negeri.
Dalam sidang tersebut, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic meminta Pemohon memperkuat argumentasinya dengan perbandingan sistem partai di negara lain.
“Apakah masa jabatan yang tidak dibatasi seperti ini juga terjadi di negara lain? Mengapa pembatasan perlu dilakukan? Ini penting untuk meyakinkan Mahkamah,” ujar Daniel.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Guntur Hamzah menyoroti aspek legal standing Pemohon sebagai anggota partai politik.
Ia meminta agar Pemohon menjelaskan upaya internal yang telah dilakukan serta kerugian konstitusional yang dialami secara lebih konkret.
“Norma yang diuji masih deskriptif. Pertentangan normatifnya perlu dielaborasi lebih dalam,” kata Guntur.
Sebelum menutup sidang, Ketua MK Suhartoyo memberi waktu 14 hari bagi Pemohon untuk menyempurnakan berkas permohonan.
Dokumen perbaikan dapat diserahkan paling lambat Selasa, 11 November 2025 pukul 12.00 WIB, sebelum sidang lanjutan digelar dengan agenda mendengarkan pokok-pokok perbaikan permohonan.



