Sabang, Demokrasi Damai di Ujung Barat Indonesia
PSU, yang dilakukan di (TPS) 02, Jurong Cot Klah, Gampong Paya Seunara, Kecamatan Sukamakmue, Kota Sabang, Sabtu (5/4) karena adanya dinamika teknis dan administratif, sempat mengundang perhatian.
Namun justru di sinilah masyarakat Sabang menunjukkan kelasnya. Tidak ada keributan besar, tidak ada fitnah berseliweran.
Yang ada hanya kehadiran warga yang kembali datang ke TPS dengan sabar, dengan niat menjaga marwah demokrasi.
Di tengah rintik hujan gerimis dan jalanan yang menanjak, para pemuda berdiri membantu warga lansia mencapai tempat pemungutan suara.
Aparat keamanan berjaga, tapi lebih tampak seperti pelindung keluarga besar, bukan penjaga yang menakutkan.
Penyelenggara dan pengawas pemilu, yang dalam banyak kasus di tempat lain kerap menjadi sasaran caci, justru di Sabang mendapat pujian.
“Saya sangat mengapresiasi seluruh pihak, KPU, Bawaslu, aparat keamanan, tokoh masyarakat, pemuda. Mereka semua berperan besar dalam menciptakan suasana yang kondusif,” tutur Magdalaina penuh penghargaan.
Harapan Baru di Ujung Barat
Bagi Sabang, demokrasi bukan sekadar prosedur. Ia adalah cara merawat kebersamaan. Dalam tamsil kehidupan masyarakatnya, musyawarah dan gotong royong sudah sejak lama menjadi akar kuat.
Warga Sabang tahu suara mereka, meski satu, punya makna. Mereka sadar setiap tinta yang membekas di jari bukan sekadar tanda partisipasi, tapi simbol tanggung jawab.
Mereka tidak memperlakukan pemilu sebagai ajang saling menyingkirkan, melainkan sebagai kesempatan untuk membangun jembatan meski dari sisi yang berbeda.
“Sabang adalah wajah Indonesia di ujung barat. Mari kita jaga kota ini dengan semangat gotong royong, toleransi, dan cinta kepada tanah air,” ucap Magdalaina, dengan pandangan yang melampaui horizon laut.
Dari mata tokoh-tokoh masyarakat, dari raut anak-anak muda yang ikut menjaga ketertiban, dari bisik doa para ibu seusai salat, lahir satu harapan bersama: agar Sabang tidak hanya aman untuk hari ini, tapi juga sejahtera untuk esok hari.
Momentum kemenangan spiritual di Idulfitri berpadu dengan kemenangan moral dalam demokrasi. Sabang menunjukkan bahwa politik tidak harus menjadi medan peperangan, melainkan bisa menjadi ladang menanam nilai: kasih.