BANDA ACEH — Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Nanggroe Aceh (PNA) versi Kongres Luar Biasa (KLB) Bireuen Samsul Bahri Bin Amiren atau Tiyong mengungkapkan kronologis pelaksanaan KLB partai lokal tersebut pada tahun 2019.
Hal itu berawal saat Ketua Umum DPP PNA Irwandi Yusuf yang juga Gubernur Aceh ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada bulan Juli 2018.
“Benar seperti yang dikatakan oleh Irwandi Yusuf, bahwa saya waktu itu telah mengajukan surat pengunduran diri dari jabatan Ketua Harian Partai Nanggroe Aceh. Saat itu Irwandi juga telah menerima pengunduran diri saya. Namun tak lama setelah itu Irwandi ditangkap oleh KPK,” ujar Tiyong dalam keterangannya, Jum’at (4/2) menyikapi kisruh internal PNA yang berujung PAW terhadap Tiyong dan M. Rizal Fahlevi Kirani dari Anggota DPRA oleh Ketua Umum DPP PNA Irwandi Yusuf.
Pasca Irwandi ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh KPK, Miswar Fuadi sebagai Sekjen DPP PNA dan Tgk Nurdin Ramli sebagai Ketua DPP bersama beberapa pengurus harian DPP PNA lainnya mendatangi Tiyong.
“Mereka meminta agar saya bersedia kembali aktif sebagai Ketua Harian. Mengingat Irwandi sebagai Ketum sedang fokus menghadapi persoalan hukum. Sementara waktu itu merupakan saat-saat krusial bagi PNA dalam proses menuju Pemilu 2019,” terangnya.
Atas pertimbangan untuk menyelamatkan partai, akhirnya Tiyong bersedia kembali aktif sebagai Ketua Harian. Bahkan adik kandung Irwandi, M Zaini Yusuf secara khusus menemui Tiyong untuk meminta dukungan aksi demo terhadap KPK agar melepaskan Irwandi Yusuf.
“Terutama dia meminta dukungan material berupa uang untuk membiayai aksi demo tersebut. Sampai saat ini saya masih terutang dengan orang untuk bayar biaya demo itu. Saat itu saya juga pergi menjumpai Irwandi saat sidang di PN Jakarta Pusat,” terangnya.
Selama masa Pileg 2019, Irwandi tidak pernah sekalipun berbicara soal politik, termasuk persiapan PNA menghadapi Pemilu. Mungkin karena ia sedang fokus menghadapi persidangan di Pengadilan.
“Alhamdulillah, walau tanpa kehadiran Ketum, saya dan kawan-kawan bisa memimpin PNA untuk berjuang menambah kursi PNA dalam Pileg 2019. Hasilnya perolehan kursi DPRA naik 100 persen dari sebelumnya 3 kursi menjadi 6 kursi. Begitu juga dengan perolehan kursi DPRK yang meningkat menjadi 46 kursi. Bahkan saya sendiri merupakan peraih suara terbanyak, baik di PNA maupun di Dapil 3 DPRA. Sampai sejauh itu tidak ada persoalan apa-apa di antara kami. Kami malah bisa bekerja secara kolektif untuk mengamankan suara dan kursi PNA. Termasuk mengajukan dan menghadapi gugatan di MK.”