Sehingga manusia awam menemukan model makan, minum, tidur, beribadah dan menikah dari mereka. Semua itu merupakan hal yang sulit terjadi pada “jalannya Allah”.
Berangkat dari penjelasan ini, tokoh sufi falsafi terkenal, Ibn ‘Arabī menjelaskan dalam kitabnya al-Futuḥāt al-Makkiyyah bahwa meninggalkan istiqamah terkadang juga suatu keharusan dalam istiqamah. Pasalnya, dalam istiqamah juga ada bengkoknya. Tanpa kemungkinan bengkok sama sekali tidak ada makna istiqamah.
Misalnya konflik rumah tangga merupakan salah satu bentuk penyimpangan dari istiqamah dalam berumah tangga. Tapi, tanpa terjadinya konflik rumah tangga dalam kehidupan nabi dengan para istrinya, manusia tidak memiliki panduan dalam mengelola konflik rumah tangga.
Sehingga manusia sekaliber Nabi Muhammad pun pernah merasakan konflik rumah tangga. Salah satunya peristiwa ḥadīts al-ifk (berita fitnah) yang diabadikan dalam Surat al-Nūr.
*Penulis Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry